Kebaya Encim

  • Bagikan

Oleh Jeremy Huang*

KEDATANGAN masyarakat Tionghoa dari Tiongkok ke nusantara dimulai sejak abad ke-3. Sejak dimulainya kedatangan Fai Xian yang tersasar ketika perjalanan pulang dari India. Fai Xian terdampar di pulau jawa. Sejak saat itu terjadi hubungan dagang antara Tiongkok dengan kerajaan Tarumanegara sejak abad ke-3 masehi.

Kemudian datang rombongan Laksmana Cheng Ho yang diperkirakan datang ke Jawa abad ke-14, dikutip dari buku berjudul “Laksmana Cheng ho” karangan Tan Da Sen. Sejak kedatangan Fai Xian dan Laksmana Cheng Ho inilah terjadi asimilasi budaya. Terjadi kawin budaya (campuran budaya). Dari makanan kita mengenal siomay, tahu, kecap, Cap Tjay, moho, bakpao, baso, mie yamien, lumpia, Mo ci, pu yung hai, bacang, onde, kue, dan lain sebagainya.

Kue berasal dari bahasa hokian yang artinya makanan terbuat dari telor dan terigu. Kita juga mengenal makanan nasi langgi. Kita juga mengenal loteng berasal dari bahasa hokian yang artinya bangunan yang terdiri dari 2 susun dan ada anak tangganya. Kemudian penggunaan Sin Poa untuk menghitung yang terbuat dari biji manik-manik. Pembuatan batu bata, genting, motif mega mendung dan lain lain. Dari percampuran kawin budaya salah satunya kebaya encim.

Kebaya encim adalah pakaian yang khas dipergunakan wanita Tionghoa. Kita juga mengenal baju koko yang dipergunakan oleh pria Tionghoa.

Di Cirebon dulu banyak penjahit kain kebaya encim. Penulis belum tahu pasti apakah sampai saat ini masih ada yang menjahit baju kebaya encim. Salah satu yang penulis ingat Tahun 1940-1985 di Pagongan Barat depan kantor Telkom Cirebon, dulu ada penjahit kebaya encim namanya Nyonya Tan Tjan Boen. Beliau dikenal sebagai penjahit kebaya encim dengan bordiran yang indah. Nyonya Tan Tjan Boen membuat kebaya encim dengan aneka motif. Beliau membuat kebaya encim sejak belum menikah hingga umur 60-an. Tahun 85 Nyonya Tan Tjan Boen pindah ke Tangerang tinggal bersama Anaknya.

BACA JUGA:  Puan Maharani Dukung Kemajuan Kopi Dalam Negeri

Menurut Hendra Lukito, mantan dosen Arsitektur Universitas Tarumanegara menjelaskan, Kebaya encim adalah pakaian khas wanita Tionghoa peranakan yang lahir dan tinggal di Indonesia sejak abad ke-14 masehi. Kebaya encim yang ada di pesisir utara (pantai utara) pulau Jawa mempunyai pola dan corak tradisional Tiongkok (China) yang tebal dibordir seperti burung hong, mega mendung, bunga teratai, dan daun yang lebar dan dengan warna yang cerah.

Menurut Hendra Lukito dari buku Kexue De Nanyang yang ditulis oleh Huan Shu Feng tahun 1930an menyebutkan, bahwa wanita Tionghoa mengenakan baju kebaya tipis berwarna putih tanpa kancing, tapi dengan peniti, dilengkapi pakaian dalam berkembang. Sebagai pakaian bawah dikenakan sarung lukisan tangan.

Kebaya encim juga digunakan dengan kain sutra dari Tiongkok. Wanita muda Tionghoa menggunakan kebaya encim dengan warna cerah seperti merah, kuning, biru, dan wanita tionghoa yang berumur mempergunakan warna teduh seperti hijau muda, dan putih.

Menurut Hendra Lukito menjelaskan, Wanita Tionghoa pada hari-hari besar seperti perayaan imlek, Cap Go Meh, acara Tiong Chiu Pia, hari onde, hari bacang atau pesta pernikahan dan tahun baru memakai baju kurung panjang sebagai pakaian resmi mempergunakan peniti sebagai kancingnya. Yang muda memakai pakaian berwarna hijau atau merah muda, sedangkan yang setengah umur warna coklat, yang lanjut usia biasanya memilih warna gelap. Bahan pakaian terbuat dari kain sutra Tiongkok.

Tetapi sayang kini kebaya encim sudah jarang dipergunakan oleh kaum muda Tionghoa. Harusnya tetap dilestarikan, minimal dalam peringatan hari-hari besar. []

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *