CIREBON (CT) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bersama Rakyat Penyalamat Lingkungan (Rapel) menyampaikan surat keberatan dan tuntutan, para nelayan dan masyarakat Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanjapura, Kabupaten Cirebon, kepada pimpinan Nippon Export and Investment Insurance (NEXI) di Jepang. Terkait dampak negatif yang disebabkan oleh beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1, dan pembangunan PLTU 2 saat ini, Selasa (09/08).
NEXI sebagai lembaga penjamin dan pemberi investasi keuangan untuk pembangunan PLTU 1 dan 2 di Cirebon, harus mengetahui bagaimana investasi mereka telah merugikan masyarakat, menghancurkan struktur sosial, budaya dan kerusakan lingkungan.
Pasalnya, dampak sosial dan lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar beridirinya PLTU yang sudah ada, dan baru akan dibangun tidaklah kecil. Banyak masyarakat pemilik lahan yang harus merelakan tanahnya, untuk pembangunan PLTU demi ambisi mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal itu membuat para penggarap dan nelayan kecil, kehilangan mata pencaharian.
“NEXI yang memang memiliki standard tanggung jawab sosial, dan lingkungan yang ketat, berjanji akan menindak lanjuti surat masyarakat tersebut, setelah mereka pelajari,” ungkap Alien, Kepala Departemen Advokasi Walhi Nasional di Tokyo, Jepang, saat dihubungi CT melalui pesan singkat.
Sementara, Direktur Eksekutif Rapel, Moh. Aan Anwaruddin mengungkapkan, selain tuntutan masyarakat dan nelayan terkait dampak negatif PLTU 1, surat tersebut juga berisi dokumen-dokumen kejahatan temuan terbaru, yang dilakukan oleh PT. CEP owner PLTU 1 dan PT.CEPR owner PLTU 2.
“Diantaranya adalah persoalan dugaan pengemplangan pajak oleh PLTU 1, dan pemakaian tanah oleh PLTU 1 yang hingga kini status namanya masih milik warga. Juga persoalan penyerobotan lahan oleh PLTU 2, dan sengketa status lahan yang akan digunakan PLTU 2. Semua bukti kejahatan sudah diserahkan ke NEXI, dan juga beberapa kepala negara dan pendana PLTU 1 dan 2 pun sudah dikirimi surat tersebut,” pungkas Aan. (Riky Sonia)