-Colectie Tropenmuseum
ERA kolonial memasuki Cirebon.
Oleh: Nurdin M Noer*
PADA awalnya hubungan antara pihak Cirebon dengan kompeni, menurut Oppan Raffan Hasyim, salah seorang penulis Sejarah Cirebon dalam Lima Zaman (2011) hanya terbatas pada hubungan dagang. Namun sejak VOC (Vereebigde Oost Indisvche Compagnie) atau perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur yang berdiri pada tahun 1602. Kemudian VPC mendirikan kantor dagang – di Banten (1602), Jayakarta (1610) dan Jepara(1613 yang sekaligus berfungsi sebagai loji (benteng) – kapal-kapal KompeniVOC sering dating ke Pelabuhan Cirebon untuk bongkar muat barang dagangan.Selain itu kompeni ada kalanya meminta bantuan para raja di Cirebon, jika menghadapi masalah yang berkaitan dengan perdagangan melalui laut. Halitukarena raja-raja Cirebon selalu bersikapterbuka terhadap siapapun yang melakukan hubungan dagang dengan pihak Cirebon.
Semula hubungan antara pihak Cirebon dengan Kompeni hanya terbatas pada hubungan dagang. Sejak VOC berdiri tahun 1602, kemudian mendirikan kantor dagang di Banten (1602), Jayakarta (1610), dan Jepara ( 1613) yang sekaligus berfungsi sebagai loji (benteng) kapal-kapal kompeni /VOC sering dating ke pelabuhan Cirebon untuk bongkar muat barang dagangan. Selain itu. Kompeni ada kalanya meminta bantuan raja Cirebon bila menghadapi masalah yang berkaitan dengan perdagangan melalui laut. Hal itu terjadi, karena raja Cirebon bersikap terbuka terhadap siapapun yang melakukan hubungan dagang dengan pihak Cirebon.
Sejalan dengan pembentukan Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman, masing-masing sultan membentuk pemerintahan. Sebutan kesultanan bukan hanya mengacu pada keraton tempat tinggal sultan, tetapi keraton sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Namun, data mengenai jalannya pemerintahan kedua kesultanan itu belum banyak ditemukan. Oleh karena kedua kesultanan itu merupakan penerus Kerajaan Cirebon dan masing-masing sultan pendirinya memahami, bahkan mengetahui secara langsung system pemerintahan kerajaan itu, dapat dipastikan pemerintahan kedua kesultanan itu mencontoh atau mewarisi sistem pemerintahan Kerajaan Cirebon. Memang, kesultanan identik dengan kerajaan. Oleh karena itu, suksesi kepemimpinan kesultanan juga mencontoh system kerajaan, yaitu sultan mewariskan tahta secara turun – temurun kepada keturunan langsung (putra dari permaisuri), kecuali dalam kasus tertentu. (ibid).
Sementara Sultan Sepuh 1 dan Sultan Anom 1 membenahi keraton masing-masing dan menyusun struktur pemerintahan, timbul permasalahan mengenai kekuasaan atas Cirebon. Suatu pemerintahan seperti kesultanan tentu memiliki wilayah kekuasaan dan menguasai penduduk yang tinggal di wilayah itu, karena kedua hal tersebut adalah syarat suatu pemerintahan, selain adanya sultan sebagai penguasa tertinggi kesultanan. Oleh karena itu, sebagai tindaklanjut dari penobatan ketiga pangeran Cirebon putra Panembahan Ratu 11 (Panembahan Girilaya), seharusnya bekas wilayah inti Kerajaan Isalm Cirebon dibagi tiga, meskipun bagian wilayah kekuasaan tiap pangeran tidak sama, sesuai dengan hirarki kedudukan dalam hubungan keluarga, namun hal itu tidak terjadi.
Menurut catatan buku tersebut, masalah tersebut menimbulkan konflik di antara ketiga pangeran Cirebon, khususnya antara Sultan Sepuh 1 dengan Sultan Anom 1. Sultan Sepuh 1 ( Sultan Muhammad Samsudin) menghendaki atau menuntut kekuasaan atas Cirebon jatuh kepadanya, karena ia adalah putra tertua Panembahan Ratu 11 dari permaisuri . berarti ia adalah putra mahkota,sehingga paling berhak mewarisi tahta kerajaan. Keinginan Sultan Sepuh 1 itu tidak disetujui alias ditolak oleh Sultan Anom 1, karena ia dan kakaknya sama-sama dinobatkan sebagai sultan Cirebon. Sementara itu, Panembahan Cirebon (Pangeran Wangsakerta) juga menuntut untuk turut berkuasa di Cirebon. (NMN)***
*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal.
Komentar