Kasus Penyerangan Kepada Tokoh Agama, Harus Case to Case Memahaminya

Oleh : Bintang Irianto *

Rentetan Kejadian beberapa kasus penyerangan yang dialami oleh beberapa tokoh agama beberapa waktu kebelakang sangat membuat ironis pada kehidupan berdemokrasi kita, dimana pada saat yang sama proses pemilukada dengan dan akan dimulai. Karena hal tersebut ,membuat beberapa pengamat dan tokoh-tokoh organisasi menjadi khawatir dengan kejadian-kejadian tersebut, karena hal ini bisa menjadi satu masalah yang sangat baru dan merongrong kesatuan dan persatuan bangsa ini ketika sedang dihadapkan kepada pendewasaan demokrasi.

Serangan pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, membuat beberapa santri dan Ansor juga Banser geram terhadap perlakuan pelaku, karena Kyai Basyri adalah tokoh NU dan pelaku menganiyaya saat setelah sholat. Untung saja para kyai-kyai di Jawa Barat menasehati kaum santri terutama Banser (Barisan Serba Guna) salah satu organ taktis Ansor untuk tidak beergerak.

Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga. Pelaku penyerangan terhadap KH Emon Umar Basyri dan Ustaz Prawoto disebut-sebut mengalami gangguan kejiwaan. Motif pelaku pun menjadi buram, karena berdasarkan penyidikan aparat hukum kedua pelaku yang tertangkap semuanya dikategorikan “gila”, sehingga pemahaman banyak orang menjadi tidak begitu lebih meruncing, karena memang faktanya bahwa kedua pelaku gila, yang satu penyerang Kyai Bashari memang gila karena ada fakta bahwa seorang dokter pernah menjadi dokter yang memeriksa kesehatan pelaku tersebut, dan yang menyerang Ustad Prawoto adalah orang yang memang terkena ganguan psikologis karena urusan kehidupan.

Peristiwa berikutnya terjadi pada Ahad 11 februari 2018 dini hari, Seorang pemuka agama Islam, Ustaz Abdul Basit mengalami pengeroyokan di depan rumahnya, Jalan Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat. Akibat pengeroyokan itu, Ustad Abdul Basit pun mengalami luka di tangannya. Tiga orang pemuda dibekuk polisi. Dan pada hari minggu tanggal yang sama dan hari yang sama seperti kejadian Ustad Abdul Basyit, terjadi pada pastur dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Dan serangan terjadi usai misa dilaksanakan sekitar pukul 07.02 WIB, setelah beberapa ritual dilakukan.

BACA JUGA:  Korban Hanyut Sungai Gesik Belum Ditemukan, Petugas Lanjutkan Pencarian Besok

Setelah kejadian ketiga dan keempat ini yang kemudian pertayaan-pertayaan itu muncul dari para pemerhati dan pengamat, serta tokoh-tokoh organisasi kepemudaan yang berbasis keagamaan seperti Ansor dan Pemuda Muhamadiyyah, mengapa kejadian pada bulan yang sama terjadi secara berentetan dan terjadi pada saat proses demokrasi pada pilikada ini. Maka kemudian banyak pertanyaan yang muncul, By desigen?? atau ada Muatan Politis?? atau ..dan ..atau..?? pada akahirnya membuat aparat hukum seperti kepolisian harus bekerja keras melakukan penyedilikan dan penyidikan yang terjadi sehingga semua mata menyoroti hal ini.

Politik Atau Kasus Kriminal Biasa??

Memahami hal ini memang tidak bisa gegabah, karena harus memahami  lebih mendalam dan secara mendalam. Bisa saja pemahaman tentang wacana by design itu muncul atau muatan politik itu muncul, karena kasus-kasus ini terjadi saat Februari dimana proses pilikada sedang berjalan. Sah saja pemahaman ini muncul, karena pada saat sejarah proses reformasi banyak sekali hal-hal yang erat kaitannya dengan by design yang masuk dalam catatan-catatan sejarah, sehingga banyak yang tak terungkap.

Juga, kalau kemudian dari Ansor agak keras menyikapi hal demikian seperti pernyataan Ketua Umum GP Ansor Gus Yakut dan Sahabat Mahmud Syaltout dalam acara ILC sangat keras sikapnya melihat kejadian ini, bagi Ansor kejadian penyerangan kepada Kyai merupakan trauma yang sering terjadi sepanjang sejarah negeri ini. Salah satu yang sampai sekarang tidak terungkap ketika terjadinya kasus pembantaian Kyai di Banyuwangi atau musim ninja, maka menjadi sebuah catatan tersendiri bagi warga NU.

Melihat kejadian seperti ini memang akan berbeda melihatnya dengan aparat hukum, karena kerja aparat hukum adalah menganalisa rentetan kasus per kasus atau case by case untuk bisa menjelaskan case to case to search for red thread atau kasus ke kasus untuk mencari benang merah. Pemahaman kontruksi itu adalah bagian rekontruksi kasus yang harus dibangun, sehingga antara rentetan kasus tersebut akan terlihat benang merahnya, apakah pada jenis, pada ritme, pada objek, pada tujuan atau pada skala prioritas simbol. Hal ini yang menurut penulis, kerangka kerja aparat hukum kita akan melihatnya, karena ketika setiap data muncul dari data lainnya akan ada muncul fakta , begitu juga sebaliknya bila muncul fakta maka akan ada data yang muncul, dengan data dan fakta maka pihak penegak hukum bisa melihat bahwa ada sesuatu hal yang terjadi.

BACA JUGA:  5 Miliarder Muda dan Single Dari Indonesia

Teori yang digunakan dalam rekontruksi case by case (kasus perkasus) atau case to case (kasus ke kasus) , setiap kasus akan dilakukan Penyelidikan yaitu ada tidak serangkian tindakan pada satu kasus mempunyai kesamaan pada kasus lainnya atau suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana mempunyai kesinambungan pada tindak pidana lainya sehingga ada kontruksi kasus itu tidak berdiri sendiri, seperti teori tesa , antitesa, dan sintesa. Atau sebab, akibat dan penyebab, ini menurut pemahaman penulis bahwa proses persoalan kasus ini harus di rekontruksi agar memahami lebih utuh masalah dan permasalahannya.

Makanya kemudian Kapolri Jenderal Tito Kanavian menyatakan pada sebuah media online akan mencari benang merahnya bahwa polri akan melakukan pendalaman pada beberapa kasus salah satunya dengan mewawancarai lebih mendalam kepada para pelaku atau dept interview, dalam dan mendalami, apakah ada koneksi antara satu case dengan case lainya, sehingga ada benang merah yang bisa dilihat dari setiap kasusnya

Menjadi wajar kalau kemudian aparat hukum melakukan pendalamnanya lebih terinci, lebih dalam, lebih mendalam dan lebih detail, karena kerja-kerja penyelidikan dan penyidikan ini butuh waktu yang sangat dalam, ketika memahami setiap data, fakta dan tkpnya sehingga kontruksi ini terbangun dan akan menjadi gamblang dan jelas. Sebagai masyarakat mari kita doakan dan dukung langkah-langkah yang akan dilakukan Polri, karena melalui pendekatan hukum semua akan terlihat gamblang dan jelas, karena kita sepakat bahwa hukum adalah panglima di negeri tercinta kita ini yang bernama INDONESIA.

* Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UNU Cirebon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *