Mencetak Kader Penggerak Masyarakat Desa

Oleh: KH Tolkha Nawawi
SAAT menemukan sosok lelaki bersarung dengan baju koko, plus peci hitam, pikiran orang pasti berpikir dia adalah sosok warga Nahdlatul Ulama (NU). Dengan pakaian yang sama saat berada di dua Tanah Haram, kala menunaikan ibadah haji atau umrah, umat Islam dunia sudah mafhum itu adalah warga Indonesia. Satu set pakaian tersebut adalah atribut khas Indonesia, yang sangat sulit dijumpai di negara lain.

Hal itu adalah realitas tak terbantahkan bahwa organisasi NU identik dengan Islam Nusantara. Organisasi terbesar di negeri ini yang kiprahnya sudah diakui publik Tanah Air, Timur Tengah, bahkan hingga ke penjuru dunia.

Sebagai organisasi sosial terbesar di Indonesia, NU memiliki puluhan atau bahkan ratusan ribu pesantren dan perguruan tinggi di Indonesia. Di Cirebon ratusan pondok pesantren tersebar dari ujung barat hingga ujung timur. Belum lagi lembaga pendidikan keagamaan formal dan nonformal.

Setiap masa ke masa perkembangan pemikiran keagamaan di Nahdlatul Ulama sesungguhnya menunjukkan fenomena yang unik dan menarik. NU mempunyai gagasan keagamaan progresif dalam merespons modernitas dengan menggunakan basis pengetahuan tradisional yang mereka miliki.

NU mempunyai dasar-dasar dan kekayaan intelektual yang senantiasa diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui lembaga pesantren. Karena kekayaan itu sehingga menjadikan NU amat apresiatif terhadap pemikiran lama.
NU juga mempunyai lembaga pendidikan yang cukup mapan sebagai basis transmisi keilmuan. Dengan berbagai kekhasan, pesantren terbukti mampu bertahan dalam masyarakat yang terus berubah.

Banyak tokoh di luar NU menyebut bahwa NU adalah satu dari sedikit aset bangsa yang tak ternilai harganya. Karena ikut ambil peran besar sebagai problem solver atas persoalan-persoalan umat dan bangsa.

NU adalah bagian dari cahaya terang dalam tatanan kehidupan masyarakat. Tak hanya untuk umat Islam, ajaran Islam yang diramu para kiai dan pemikir NU juga telah memberikan ruang interaksi lebih luas dengan dan bagi kaum agama lain.

Sikap toleran yang diperjuangkan, mengusung kebenaran universal, dan menghargai kebenaran yang diyakini umat lain membuat NU tak ada jarak berdampingan dengan masyarakat. Bahkan, ideologi NU bisa berjalan selaras dengan lima sila falsafah negara yaitu Pancasila.

Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, Islam memiliki pengaruh yang sangat luar biasa. Di setiap fase dan kondisi pasang surut perpolitikan negeri ini Islam selalu punya pengaruh besar.

Pun demikian dengan NU, sejak didirikan pada 31 Januari 1926 organisasi ini berperan penting dalam membangun bangsa. Banyak tokohnya ikut terlibat dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan sekaligus mengisi dan memajukan Indonesia dari dahulu hingga akhir. Salahsatu penyebabnya adalah karena umat Islam dan warga Nahdiyin menjadi penduduk mayoritas bangsa ini.

Itu hal wajar, karena sesungguhnya Islam sangat dianjurkan agar setiap penganutnya senantiasa memberi kontribusi sebesar-besarnya untuk masyarakat banyak, bangsa, bahkan dunia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI). Mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar (UUD).

Tentu beruntung bangsa ini memiliki organisasi NU dan organisasi lainnya yang punya komitmen terhadap nasionalisme dan kata final pada NKRI. Sebab, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang sangat toleran dan hidup berdampingan antara agama dan kepercayaan yang satu dengan yang lainnya.

Bisa dibayangkan jika negara ini tidak memiliki NU. Pastilah gerakan Wahabi akan tumbuh dan merongrong negeri ini dengan semangat radikalimenya. Kelompok militan seperti Al-Qaida, Boko Haram, Hizbullah, maupun Islamic State of Iraq and Syria atau yang lebih dikenal dengan Negara Islam Irak Suriah (ISIS) bakal berkembang merusak ketentraman, membahayakan nyawa sesama mahluk, dan akhirnya merusak nama Islam yang rahmatan lilalamin.

Radikalisme adalah tantangan terbesar bangsa saat ini, selain problem kemiskinan, korupsi, narkoba, dan lainnya. Dengan sumber daya yang dimiliki dan militansi penganutnya, radiklisme bergerilya menyasar di tengah-tengah masyarakat mencari pengikut.

NU secara organisasi telah mengidentifikasi akar masalah radikalisme yang tumbuh di masyarakat. Ada persoalan kemiskinan, ketimpangan ekonomi, pemahaman agama yang dangkal, serta yang paling fundamental adalah soal ideologi dan teologi.
Sejauh ini sejalan dengan langkah negara dalam memerangi terorisme dan radikalisme, NU juga telah melakukan banyak hal.

Tidak hanya penguatan ideologi Islam ramah, tetapi juga ikut memotong akar-akar radikalisme. Tidak hanya di tataran atas, tetapi hingga ke akar rumput atau desa-desa.

Munculah gagasan pembentukan kader penggerak (muharrik). Meskipun dilakukan secara bertahap dan belum merata, namun hingga kini sudah terbentuk kader-kader penggerak berkualitas dari tingkat pusat, daerah, hingga desa.

Sesuai dengan namanya, kader yang digodok dalam beberapa hari dengan materi-materi ideologi hingga strategi menggerakkan masyarakat. Mereka akan dijadikan sebagai supervisor dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan penguatan ideologi, ekonomi, toleransi, dan lainnya.

Tentang ideologi, kader penggerak bertugas di antaranya memberikan pemahaman kepada warganya tentang dasar-dasar ajaran agama. Tanpa memahami dasar-dasar agama, seseorang akan mudah terhasut oleh kelompok-kelompok radikal.

Berdasarkan hasil kajian, benih pemahaman Islam garis keras dan esksklusif kini menyasar desa-desa. Targetnya adalah bisa menguasai tempat-tempat ibadah umat Islam, sehingga bisa dengan mudah dan leluasa menyebarkan ajarannya yang mengarah pada penyesatan terhadap kelompok lain dan radikalisme mengatasnamakan agama.

Dalam konteks ini, kader penggerak NU bertugas menyebarkan pemahaman bahwa cara seperti itu salah. Juga menyebarkan pesan agama yang menenteramkan dan keseimbangan antara ibadah ritual dan sosial harus.

Seseorang tidak pantas mengklaim dirinya sebagai muslim yang kaffah jika hanya mengedepankan ibadah ritual yang berisi doktrin-doktrin agama serta membangga-banggakan Islam transnasional saja. Karena Islam sesungguhnya hadir sebagai penyeimbang yang penuh keramahan. Islam bukan agama yang kaku, akan tetapi harus menjawab setiap problem kemasyarakatan.

Tujuan utamanya, ideologi yang ditanamkan kader penggerak NU berhasil menjadikan wajah Islam yang sejuk di Indonesia. Di negara ini Islam menjadi agama yang mayoritas, akan tetapi tidak menjamin adanya warna yang sama dalam Islam sendiri maupun agama lain.

Tentang ekonomi. Warga NU berbasis di desa-desa. Sehingga diakui, mereka masih banyak yang terjerat kemiskinan. Banyak hal yang menyebabkan kemiskinan, selain karena sumber daya manusia (SDM), juga faktor kebijakan, pembangunan yang tidak merata, monopoli pemilik modal, dan lainnya.

Maka dari, tugas kader penggerak adalah ikut menggerakkan warga untuk mengelola sumber daya yang dimiliki di desa-desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Baik melalui penguatan keterampilan hidup maupun menyiapkan ruang-ruang kreativitas yang menghasilkan nilai ekonomi.

Dengan kualitas ekonomi warga yang meningkat, diharapkan akan meningkatkan kualitas ibadah dan menaikkan derajat pendidikan keturunannya. Selain itu masyarakat juga tidak mudah dijadikan objek penderita, lantaran telah memiliki kemampuan mandiri secara ekonomi. (*)

Penulis adalah Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed