Citrust.id – Pejuang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Ngawi, Jawa Timur, Erwiana Sulistyaningsih, berkunjung ke Cirebon, Rabu (2/1/2019).
Wanita yang pernah masuk jajaran 100 Most Powerful Persons versi majalah Time itu bercerita tentang suka duka serta perjuangannya kala menjadi TKI di Hongkong.
Penyiksaan yang dulu dialaminya serta bentuk perlawanan yang dilakukan membuka mata dunia, terutama para buruh migran yang mengalami nasib serupa. Berbagai perlawanan pun muncul di berbagai negara.
“Waktu itu saya dipaksa bekerja 21 jam nonstop tanpa diizinkan libur. Jika ada kesalahan majikan saya memukul dengan gagang sapu, penggaris kadang dengan gantungan baju,” katanya.
Namun, Erwiana tidak tinggal diam. Dia berupaya mendapat hak-haknya yang telah direnggut dari sang majikan. Hingga akhirnya pengadilan Hongkong memenangkan dirinya dan mendapat ganti rugi sebesar Rp1,4 miliar.
Untuk itu, ia berpesan agar para buruh migran bisa memahami budaya, cara kerja, dan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di negara setempat.
Selain itu, minimal harus mempunyai kontak yang bisa dihubungi ketika ada masalah, seperti kepolisian atau instansi buruh migran.
Saat ini, Erwiana terus memperjuangkan nasib dan hak para buruh migran di berbagai negara. Kisahnya pun seolah menjadi pelecut api perlawanan terhadap para majikan yang bertindak di atas ambang kewajaran.
“Kita adalah pekerja, bukan budak,” tegasnya. /dhika
Komentar