KNPI Gelar Diskusi Anti Korupsi

Citrust.id – DPD KNPI Kabupaten Kuningan mengadakan diskusi Refleksi Hari Anti Korupsi di Gedung Gelanggang Pemuda, Selasa (11/12). Diskusi itu diikuti ratusan pemuda Kuningan dari berbagai organisasi.

Narasumber yang dihadirkan yaitu Kajari Kuningan Adhyaksa Dharma Yuliano, Ketua MPC PP Kuningan Harnida Darius, Pemerhati Sosial Politik Eman Sulaeman, Pemerhati Budaya Pandu Hamzah, Akademisi dan Pakar Hukum Suwari Akhmaddhian dan pewakilan dari Polres Kuningan.

Ketua DPD KNPI Kuningan, Masuri, menyampaikan, sebagai organisasi modern bagi generasi muda dan generasi penerus bangsa, KNPI merupakan salah satu kawah candradimuka. Tempat menempa dan menyeleksi anak muda yang akan tampil sebagai pemimpin bangsa.

“KNPI sudah seharusnya menjadi garda terdepan untuk membangun budaya baru. Budaya sehat untuk kepentingan bangsa kedepan, yakni budaya anti korupsi,” tandasnya.

Intinya, kata Gonjes, sapaan Masuri, KNPI harus menjadi garda terdepan pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Sebab, korban kejahatan korupsi adalah masyarakat dan rakyat Indonesia. Maka peran aktif civil society juga harus semakin digiatkan.

“Semangat pemberantasan dan pencegahan korupsi harus menjadi budaya baru bagi generasi muda Indonesia. Budaya yang harus menjadi agenda KNPI dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah untuk kehidupan bangsa yang lebih sejahtera dan berkeadilan sosial,” ungkapnya.

Sementara Kajari Kuningan, Adhyaksa Dharma Yuliano, memaparkan, aparat penegak hukum melaksanakan penegakan hukum pidana korupsi harus berdasarkan regulasi yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif.

Regulasi itu misalnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.

“Jadi, dalam melaksanakan penegakan hukum pidana korupsi kami berdasarkan undang-undang,” katanya.

Persoalan berbeda disampaikan Pemerhati Sosial Politik Eman Sulaeman. Ia menyebutkan, korupsi disinyalir sudah mulai masuk di ranah pendidikan. Hal itu justru menjadi sangat mengkhawatirkan karena dapat merusak generasi muda di kalangan pelajar.

BACA JUGA:  Sebanyak 261 Mahasiswaa UNISA Resmi Diwisuda

Eman mencontohkan. Misalnya ada UAS sebagai prasyarat kelulusan. Seorang kepala daerah menginginkan agar tidak ada kegagalan para siswa dalam ujian tersebut di wilayahnya. Kepala sekolah dan guru-gurunya berupaya agar siswanya lulus semua.

Jika seperti itu, maka tidak dipungkiri ada cara-cara tertentu yang dilakukan agar siswanya lulus semua. Misalnya memberikan kunci jawaban kepada para siswa.

“Jika ada upaya guru dalam memberikan kunci jawaban kepada siswanya, maka itu merupakan pembunuhan karakter yang paling luar biasa,” pungkasnya. (Ipay)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed