Diundang Forum G-7, Indonesia Pantas Bangga Atau Hati-hati?

Ilustrasi

CIREBON (CT) –  Untuk pertama kalinya Indonesia diundang dalam Konferensi Tingkat Tinggi Tujuh Negara Maju (KTT G-7). G-7 (Group of Seven) merupakan kelompok tujuh negara maju yang terdiri dari Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Agenda rutinnya adalah mengadakan pertemuan ekonomi dan politik yang dihadiri para kepala negara/pemerintahan dan pejabat-pejabat organisasi internasional.

Kendati terkesan prestisius, Indonesia jangan terlena dan jangan merasa bangga dengan undangan ini. Sebab, kelompok G-7 Disinyalir memiliki maksud atau agenda tersembunyi, yang ujung-ujungnya, merugikan kepentingan nasional. Benarkah?

Di mata pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina, Emil Radiansyah, diundangnya Indonesia dalam KTT G-7 tentu memiliki daya tawar tersendiri, setelah sebelumnya, di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang diundang dalam KTT G-20.

Selain itu, rata-rata penduduk Indonesia berprilaku konsumtif tinggi. Kemudian, prediksi IMF yang menyebutkan kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun ini cukup baik, sekitar 5,1 persen, pastinya menjadi daya tarik G-7 untuk berinvestasi lebih banyak.

Emil melihat Presiden Jokowi akan memanfaatkan momen ini untuk menekan negara G-7 berinvestasi di sektor infrastruktur. Karena Indonesia memang sedang menggenjot sektor itu.

Perbaikan infrastuktur memang menjadi perhatian Jokowi, terutama ketika Indonesia menyepakati mengadopsi Sustainable Development Goals (SDG’s) untuk periode 2015-2030, yang menggantikan Millennium Development Goals (MDG’s), yang sudah mengubah wajah dunia dalam 15 tahun terakhir dan sudah berakhir “masa baktinya” pada 2015.

Kondisi inilah yang dilihat oleh kelompok G-7 terhadap Indonesia, dan juga kawasan Asia yang dianggap sebagai motor ekonomi dunia sekarang ini. G-7 melihat Indonesia dan ASEAN memiliki peran sentral dalam menanggulangi berbagai persoalan seperti sengketa Laut China Selatan, terorisme dan pencari suaka (migran).

Meskipun begitu, Emil mengingatkan pemerintah supaya tidak terlena dan terpengaruh oleh intervensi. Jangan sampai, lanjut dia, Indonesia terjabak dalam persyaratan yang sulit untuk dipenuhi sehingga merugikan kepentingan bangsa dan negara. (Net/CT)

Komentar