Desentralisasi Korupsi Kini Menyebar ke Desa

Oleh: Masykurin Kurniawan
(Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon)

KORUPSI merupakan salah satu tantangan besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Dari sekian banyaknya problematika, korupsi membuat tidak hanya negara saja yang geram tetapi juga rakyatnya. Seperti yang kita ketahui bahwa korupsi tidak saja mengancam lingkungan hidup, hak asasi manusia, lembaga-lembaga demokrasi dan hak-hak dasar kemerdekaan, tetapi juga menghambat pembangunan dan memperparah kemiskinan jutaan orang di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Korupsi sebagai suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain maupun negara. Lalu mengapa tindak korupsi semakin menjadi di Indonesia? Praktek korupsi bila dikaji menurut ilmu periodesasi sejarahnya, sudah terjadi pada zaman kolonialisme yang mewariskan budaya korupsi. Pada masa itu rakyat Indonesia masih tergolong lemah moral dan mental, sehingga rakyat Indonesia terpengaruh oleh budaya tersebut. Di era orde baru merupakan puncak dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme atau sering kita sebut KKN. Pasca orde baru negara Indonesia banyak meninggalkan hutang yang menumpuk di Pemerintahan Bangsa-Bangsa.

Saat ini, praktek korupsi tidak lagi terpusat diperkotaan namun juga sudah merambah ke pedesaan. Hal ini disebabkan karena adanya kebijakan alokasi dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah sebagaimana mandat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tetang Desa. Pasal 72 UU Desa menyebutkan bahwa desa mendapat pelimpahan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang kemudian disebut dana desa. Selain itu, desa mendapat alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari dana pertimbangan yang diterima kabupaten/kota. Dua sumber keuangan tersebut akan menjadi anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) yang wajib dikelola pemerintah desa secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

Dalam pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak dana desa dikucurkan pada tahun 2015, terdapat sedikitnya 110 kasus korupsi anggaran desa dan diduga melibatkan 139 pelaku yang telah diproses aparat.jumlah kerugian negaramencapai sedikitnya 30 miliar. Dari segi aktor korupsi banyak didominasi oeh kepala desa. Banyaknya jumlah kepala desa yang terlibat kasus korupsi ini membuat masyarakat sekarang menjadi khawatir. Padahal, pasal 26 ayat (4) UU Desa menegaskan bahwa kepala desa mempunyai kewajiban untuk melaksanakan prinsip tata pemerintahan desayang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

BACA JUGA:  RM Pengguna Elpiji Nonsubsidi Dapat Gratis Isi Ulang Setahun

Dari banyaknya kasus korupsi yang terjadi tidak lepas dari kurangnya pendidikan politik dari para pejabat-pejabat negara. Tidak menutup kemungkinan korupsi dana desa adalah akibat ketidaktahuan atau ketidakmampuan perangkat desa dalam mengelola anggaran. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan juga untuk membayar “biaya politik” yang dikeluarkan kepala desa saat menjabat dan menjelang proses pemilihan Kepala Desa.

Bukan hanya itu saja, sikap apatis masyarakat yang membuat para aparatur desa dengan luluasa bisa memodohi masyarakatnya. Contohnya pemungutan uang dalam pembuatan surat-surat penting yang seharusnya gratis. Yang tidak kalah penting adalah penggunaan sistem desentralisasi dalam pemerintahan negara menyebabkan kurangnya pengawasan apabila terjadi praktek korupsi. Dengan pembagian sistem daerah yang memiliki banyak badan-badan daerah memungkinkan adanya aliran dana gelap yang tidak diketahui aparat hukum.

Persoalan korupsi dana desa sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja. Jika tidak dilakukan pembenahan, maka akan muncul kecenderungan peningkatan jumlah oknum dan kerugian dari tahun ke tahun. Karena akan berdampak buruk bagi kesejahteraan rakyat. Dampak dari banyaknya kasus korupsi menjadikan rakyat semakin miskin. Terhambatnya infrastruktur menjadikan sebuah desa menjadi tertinggal. Rusaknya struktur keuangan negara. Pembangunan terhadap sektor-sektor publik menjadi terganggu, dana dari pemerintah yang hampir semua digunakan untuk kepentingan umum tidak semua digunakan. Dari semua dampak yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan sebuah negara.

Dalam menangani kasus korupsi yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk yang dapat merugikan pemerintah dan negara. Hukum yang bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Namun, banyaknya terjadi tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oknum perorangan maupun instansi. Untuk mencapai pembangunan, mau tidak mau korupsi harus diberantas. Penanganan kasus korupsi harus mampu membuat efek jera setiap pelakunya. Tidak hanya demikian, sebagai warga negara kita wajib memiliki budaya malu, sehingga tindakan yang dapat merugikan dapat diminimalisir.

BACA JUGA:  Tarsidi Hilang Terbawa Arus Sungai Cimanuk

Seharusnya negara mampu untuk mengambil tindakan tegas untuk hal yang berbau korupsi dan tidak membiarkan para koruptor bebas menggrogoti keuangan negara yang akan berdampak buruk bagi negara dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebaiknya diperkuat dalam proses audit dan rekomendasi perbaikan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Selain itu, peran serta masyarakat melalui BPD atau dalam bentuk pengawasan secara aktif atas proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi desa.

Bukan hanya itu saja, seharusnya pemerintah menanamkan sikap anti korupsi ini dimulai sejak dini atau bisa dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan agar terciptanya generasi anti korupsi yang bisa membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Terlepas dari itu, seluruh elemen masyarakat tentunya harus sadar akan ciri-ciri atau tanda tindak korupsi mulai dari grativikasi yang masih menjadi budaya sehari-hari. Pengetahuan akan tidak korupsi harus ditanamkan karena melihatnya sampai hari ini, kaum inteleknya suka menipu dan kaum apatisnya suka ditipu. Mari bergerak untuk Indonesia maju tanpa korupsi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *