Budaya Nyeupah Daun Sirih Masih Dijalankan Sebagian Masyarakat Majalengka

Majalengkatrust.com – Jaman dulu nyeupah adalah kebiasaan kaum perempuan yang katanya untuk menyehatkan gigi. Hal ini pula yang dilakukan, Ipah (70) warga Kelurahan Simopeureum, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka.

Dia tak mampu melepas kebiasannya ngalemar atau biasa disebut oleh masyarakat di Majalengka nyeupah. Malah, dia lebih memilih tidak makan dari pada tidak nyeupah.

Kebiasaan nyeupah ini dilakukannya sejak tahun 1944 silam, di saat dia melahirkan anak pertamanya yang meninggal saat bayi berusian 3 bulan yang terus dibawa mengungsi, mungkin tidak tahan dengan udara dan dan terus bergerak.

“Jaman dulu laki perempuan ngalemar, kalau orang melahirkan tidak boleh tidur siang, bahkan tidurpun kaki harus tetap selonjor dan cara menghilangkan kantuknya dengan cara ngalemar,” kata Ipah, Minggu (17/09).

Makanya higga sekarang dia nyaris tak pernah tidur siang, karena tak pernah ada rasa kantuk walaupun bangun setiap hari selalu pukul 03.00 WIB, karena terus nyeupah.

Dalam sehari dia bisa lebih dari 10 kali nyeupah, itu dilakukan begitu usai solat malam, sambil menunggu subuh.

“Kalau tidak nyeupah perut kurang enak, dan kalau neyupah tak pernah ngantuk,” katanya.

Ada yang berbeda cara nyeupah Uyut Ipah dengan wanita lain yang juga biasa nyeupah, dia menggunakan daun seureuh kering, dan terus menerus dikunyah hingga habis tanpa diludahkan, makanya di lingkungan rumahnya tetap bersih.

Sedangkan wanita lain yang nyeupah tangan selalu merah dan bibir juga merah dari seupah yang dibuang.

Uyut Ipah ini nyaris tak pernah jajan makan makanan pabrik, jajannya hanya seupaheun seperti seureuh, apu, gambir, jambe, kapol dan cengkih serta bako mole untuk sisig.

Sehari kalau dihitung dengan uang untuk nyeupah ini menghabiskan sekitar Rp 20.000. Itu pula mungkin yang membuat Uyut Ipah nyaris tak pernah sakit. (Abduh)

BACA JUGA:  Todong ABG Lagi Pacaran di Underpass Tol Cipali, 3 Remaja Ditangkap Polisi

Komentar