Bahtsul Masail PC NU Kab. Cirebon Bahas Bitcoin hingga Jual beli Followers

Citrust.id – Bahtsul Masail yang diadakan oleh PC Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cirebon di Masjid Jami Buntet Pesantren, membahas beberapa persoalan kontemporer yang memerlukan jawaban dari perspektif tokoh agama.

Bahtsul Masail sendiri merupakan rangkaian acara Haul Pesantren Buntet yang merupakan ajang diskusi ilmiah yang dilakukan oleh kiai-kiai NU.

Adapun persoalan yang menjadi pembahasan dalam Forum Bahtsul Masail PC NU Kabupaten Cirebon ini meliputi Bitcoin, jual beli hak guna pakai, Jual beli followers-like, dan tayangan di media sosial, Parkir di mall, Transgender, hingga pengurusan jenazah muslim oleh non-muslim.

Akan tetapi pembahasan yang dilakukan oleh beberapa utusan pesantren di wilayah Cirebon seperti Pesantren Buntet dan Pesantren Kempek, Ciamis dan Jawa Tengah, serta UIN Jakarta ini hanya sempat membahas dua persoalan, yaitu Bitcoin dan Jual Beli Hak Guna Pakai.

Masalah yang muncul dan menjadi pembahasan menarik adalah persoalan Bitcoin, sehingga memakan waktu yang cukup lama sekitar hampir dua jam.

Adapun deskripsi masalah yang dimunculkan saat Bahtsul Masail yang dimoderatori oleh Abdurahman ini, mengulas sejarah bitcoin yang belakangan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Untuk diketahui, Bitcoin sendiri dibuat pada 2009 oleh Satoshi Nakamoto, yang hingga saat ini masih misterius siapakah sebenarnya sosok tersebut. Bitcoin merupakan mata uang virtual (virtual currency) yang digunakan sebagai alternatif dari sistem pembayaran.

Bitcoin bisa didapat dengan cara jual beli atau “ditambang” untuk mendapatkan “cercahan” bitcoin. Bitcoin menggunakan kriptografi (angka-angka matematis/algoritma yang biasanya ada di komputer dan sulit diduplikasikan) yang berfungsi sebagai keamanan dasar.

Oleh karena itu, bitcoin juga sering disebut ke dalam mata uang kripto (cripto currency).

Rumusan angka-angka tersebutlah yang kemudian dipecahkan agar mendapatkan bitcoin yang disediakan. Pemecahan rumus-rumus tersebut dikenal dengan istilah “penambangan”. Nama bitcoin juga dikaitkan dengan perangkat lunak yang bersumber terbuka (open source) yang dirancang dan juga menggunakan jaringan peer-to-peer (p2p) yang menghubungkan semuanya.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi Dijadwalkan Besok Hadiri Haul Buntet Pesantren

Masyarakat kebanyakan juga masih mempersamakan bitcoin dengan electronic money (e-money), yang pada kenyataannya sangat berbeda dari segi lembaga penerbit dan regulatornya.

Bitcoin diterbitkan oleh komunitas yang disebut “miner” dan tidak ada regulator yang mengawasinya, sedangkan e-money diterbitkan oleh bank sentral.

Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir nilai bitcoin berfluktuasi sangat tinggi, sehingga menimbulkan pertanyaan besar apakah telah terjadi efek gelembung (bubble effect) terhadap nilai bitcoin.

Belakangan, fungsi bitcoin sudah tidak sesuai dengan tujuan awal. Banyak masyarakat yang menginvestasikan uangnya dengan cara membeli bitcoin. Mereka memdapatkan keuntungan ketika nilai bitcoin tinggi, dan menukarnya menjadi mata uang konvensional. Perdebatan mengenai pengguanan bitcoin sebagai alternatif sistem pembaruan selain uang konvensional seperti tujuan awal diciptakannya ataukah digunakan sebagai investasi, semakin menjadi pertanyaan besar di masyarakat.

“Oleh karena itu, maka yang akan kita bahasa adalah bagaimana menggunakan Bitcoin sebagai alternatif sistem pembayaran? Bagaimana pandangan syara’ terhadap investasi bitcoin?,” ujar Moderator memantik diskusi.

Dalam Bahtsul Masail tersebut juga hadir yang mewakili Bank Indonesia. Dalam sesinya, ia menjelaskan persoalan dibalik Bitcoin yang bisa berpotensi mengganggu sistem keuangan negara.

“Bitcoin tujuannya telah disepakati sebagai alat pembayaran. Akan tetapi di Indonesia, persoalan uang besar saja harus ada laporan antara uang yang dibawa keluar Indonesia dan yang masuk ke Indonesia. Karena bertransaksi harus ada supply and demand. Awalnya bitcoin menjadi alat tukar transaksi pembayaran, akan tetapi di tengah jalan tujuan bitcoin yang merupakan mata uang Virtual telah menyimpang, dan pada akhirnya menjadi alat spkekulasi, keuntungannya menjadi tidak jelas, karena dalam bitcoin kita tidak paham telah bertransaksi dengan siapa saja,” ujarnya.

BACA JUGA:  Bahtsul Masail PBNU Bahas Tax Amnesty hingga Pokemon Go, Ini Hasilnya

Ia menambahkan, bahwa dari prosesnya ini fluktuatif. Di beberapa negara maju yang juga terdapat interaksi bitcoin, terjadi juga masalah-masalah yang berdampak dan terbukti di salah satu negara di Hongkong mengalami kerugian 7 juta USD, juga beberapa negara maju lain mengalami kerugian.

Paparan dari perwakilan BI kemudian banyak ditanggapi peserta Bahtsul Masail, yang terdiri dari berbagai perwakilan pesantren di wilayah Cirebon dan luar Cirebon. Persoalan Haram-halal pun menyeruak dalam diskusi tersebut dengan argumen masing-masing.

Pendapat yang menyatakan bahwa Bitcoin itu diperbolehkan, berdasar bahwa bitcoin merupakan alat tukar atau alat transaksi. Karena dalam pola transaksi, tidak harus secara fisik dan sudah dilakukan di suatu tempat.

Kemudian untuk yang sepakat menolak Bitcoin, karena Bitcoin tidak mempunyai nilai instrinsik dan siapapun bisa membuat sejenis bitcoin. Nilainya yang labil sehingga sangat rentan dan bisa menimbulkan spekulasi. Maka hal ini menjadi tidak jelas dan beresiko tinggi.

Sedangkan kebutuhan hadirnya negara pada persoalan itu sangat jelas, karena legalitas dan tidak ada yang akan bertanggung jawab jika bitcoin mengalami kebangkurtan.

Melihat perdebatan tersebut dan waktu yang tidak cukup untuk membahas persoalan Bitcoin, maka kemudian moderator mengembalikan kepada tim perumus Bathsul Masail.

Hukum menggunakan Bitcoin sebagai alat tukar adalah haram dengan mengacu kepada beberapa undang-undang negara Republik Indonesia, salah satunya adalah UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain dari pada itu juga dikarenakan penggunaan Bitcoin berpotensi terjadi kerugian baik dikarenakan fluktuasi yang sangat tajam dari nilai Bitcoin itu sendiri juga dikarenakan sangat rentan terjadi penipuan. Ada beberapa kitab yang dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan ini, yakni kitab Az-Zawajir, Roudhotul Mukhtar, dan Al- Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. /bintang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *