Citrust.id – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan perlunya saling empati dan menjunjung tinggi asas gotong royong dalam pemulihan ekonomi bangsa setelah pandemi. Hal itu diungkapkan Puan Maharani saat bertemu Presiden Joko Widodo awal April lalu.
Dengan penduduk lebih kurang 265 juta jiwa, perekonomian Indonesia memang menuju ekonomi kerakyatan. Lihatlah betapa menggeliat dan bergairahnya UMKM kita.
Mereka memegang peranan penting dengan menyumbang 60,43 persen dari total PDB tanah air. Mereka juga merupakan jalan keluar masyarakat dari masalah tingginya angka pengangguran dengan menyerap 96 persen jumlah tenaga kerja.
Jika dilihat dari besarannya, UMKM kita jumlahnya ada sekitar 65 juta unit. Kontras bila kita bandingkan dengan usaha besar yang ada di NKRI, yakni sekitar 5500-an.
Para founding father negara kita telah merumuskan dengan sebaik-baiknya persoalan keadilan sosial, khususnya dalam bidang ekonomi, dengan menelurkan gagasan UUD 45. Pasal 33 menyebutkan, perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berazas kekeluargaan.
Negara sebagai penyusun usaha bersama dalam bidang perekonomian itu haruslah bersikap aktif melahirkan segala regulasi yang mendorong berbagai level Usaha, baik usaha level bawah, menengah, maupun atas. Hal itu untuk bersama dengan azas kekeluargaan menciptakan ekosistem ekonomi yang menyejahterakan setiap warga negaranya.
Maksud azas kekeluargaan dalam perekonomian negara ini adalah segala regulasi pemerintah tidak menjadi alat oleh satu pihak untuk menindas pihak lainnya dalam rantai ekonomi makro.
Maka akan tercipta ekosistem pasar yang sehat sebagai suatu instrumen. Hal itu membutuhkan campur tangan negara, khususnya yang menyangkut pihak yang lemah atau terlemahkan.
Regulasi negara haruslah bersifat inklusif menjembatani berbagai golongan usaha baik yang lemah maupun yang kuat. Di samping itu, tegas afirmatif mengambil peran keberpihakannya dengan usaha kecil dan menengah, seperti UMKM ataupun koperasi.
Walaupun para konseptor ekonomi pendiri negara kita telah merujuk koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa, akan tetapi pada kenyataannya nasib koperasi di tanah air masih jauh api dari panggang.
Seberapa banyak kita dengar kesuksesan sebuah koperasi di Indonesia?
Ironisnya, yang sering kita dengar malah sebaliknya. Banyak koperasi yang miss-management dan bermasalah baik dengan anggotanya sendiri maupun dengan pihak ketiga di luar mereka.
Sementara, di banyak negara maju, sistem koperasi ini malah bisa menjadi usaha konglomerasi besar.
Contohnya seperti koperasi petani susu Fonterra di New Zealand yang mendunia dengan aneka produk turunan susu seperti keju, yoghurt, dan lain sebagainya.
Ada juga koperasi REWE asal Jerman yang berdiri pada tahun 1927. REWE telah beroperasi di 20 negara di Eropa dan memiliki omset sekitar Rp800 triliun.
Keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan yang nyata bisa diwujudkan dalam regulasi seperti di sektor perbankan. Bentuknya adalah kemudahan akses permodalan bagi usaha kecil dan menengah dengan bunga yang rendah dan meminimalisasi kolateral agunan.
Keberpihakan pada usaha kecil pada aktualisasinya sebenarnya adalah juga keberpihakan pada usaha menengah dan usaha besar.
Mengapa demikian? Karena pada hakekatnya usaha kecil bisa jadi merupakan bagian dari rantai pasokan usaha menengah dan besar dalam memenuhi kebutuhan bahan baku usaha mereka. Kita bisa melihat bahwa tidaklah mungkin suatu usaha besar hidup sendirian.
Asas gotong royong sangatlah perlu guna mendukung ekonomi kerakyatan.
Terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan permasalahan perlunya saling empati dan menjunjung tinggi asas gotong royong dalam pemulihan ekonomi bangsa setelah pandemi. Puan Maharani mengungkapkan hal itu saat bertemu Presiden Joko Widodo awal April lalu.
Ia akan selalu hidup dalam ekosistem rantai pasok. Ikut serta dalam membangun dan membesarkan usaha kecil itu artinya praktis juga membesarkan usaha besar.
Tantangan berikutnya yakni globalisasi ekonomi. Semua negara di dunia ini bisa menjadi pesaing atupun partner ekonomi bagi negara lainnya.
Ini juga membutuhkan peranan pemerintah yang aktif untuk terus menerus membina usaha kecil agar bisa berkompetisi secara sehat di ajang dunia.
Peranan pemerintah tersebut bisa berupa regulasi maupun pendampingan untuk meningkatkan wawasan usaha kecil tentang kualitas produk, manajemen, pasar, era digital, dan permodalan.
Oleh: Mirah Kusumaningrum
(Pengamat Ekonomi Kerakyatan. Tinggal di Jawa Timur)
Komentar