Oleh Nia Nuro
Indonesia dengan beragam suku dan budayanya merupakan entitas yang dikenal menjunjung adat gotong royong serta adab kekeluargaan yang kental. Jika ditautkan, hal ini dapat menjadi modal dalam membangun gerakan kolektif untuk memperkuat sisi ekonomi komoditas kopi lokal. Demi mencapai tujuan tersebut, pada 10 Desember 2016 para penikmat kopi, kedai-kedai, dan petani kopi di wilayah Cirebon, Kuningan, Majalengka dan sekitarnya membentuk sebuah gerakan kolektif yang didasari oleh semangat kebersamaan untuk mengangkat kopi lokal melalui wadah Koperasi Kopi Nusantara.
Seturut dengan tujuan tersebut, meminjam ide Bung Hatta dalam Daulat Ra’jat, koperasi yang cocok dengan kedaulatan rakyat ialah koperasi yang didirikan tidak semata-mata untuk mencari untung, melainkan berusaha untuk membela kebutuhan orang banyak. Koperasi Kopi Nusantara merupakan koperasi multi pihak yang menghubungkan kepentingan petani, kedai kopi, dan penikmat kopi.
Koperasi Kopi Nusantara tidak bergerak di bidang simpan pinjam. Koperasi ini memberikan pendampingan budidaya dan kepastian pasar kepada petani. Begitupun kedai kopi yang bergabung dipastikan akan mendapat kopi berkualitas dan berasal dari sistem perdagangan yang adil. Tak berhenti di situ, penikmat kopi pun turut mendapatkan keuntungan, seperti berbelanja di toko milik sendiri. Semakin banyak kopi yang ia beli dari koperasi, Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diterima juga semakin besar.
Menurut Ketua Koperasi Kopi Nusantara, Tri Utomo Rubiyanto, gerakan koperasi kopi sebelumnya memang sudah pernah ada di beberapa wilayah seperti Lampung, Pangalengan Bandung, ataupun beberapa kota penghasil kopi lainnya. Namun, koperasi tersebut baru sebatas kesamaan profesi misalnya, koperasi petani kopi atau koperasi kedai kopi dan belum ada koperasi yang mengakomodir pelaku industri kopi dari hulu hingga hilir. Itulah salah satu alasan yang menginisiasi lahirnya Koperasi Kopi Nusantara sebagai bentuk gerakan kolektif para petani, pemilik kedai, hingga penikmat kopi.
Kesadaran Gerakan Kultural
Masyarakat Indonesia di belahan mana yang tidak pernah meminum kopi? Dengan ragam alasan dan motivasi, kopi telah menjadi bagian penting dari sejarah citarasa kebudayaan negeri ini. Saya teringat Joakim Garff, penulis buku biografi Beethoven. Komposer dan pianis dunia itu selalu membuka paginya dengan secangkir kopi. Bahkan, Beethoven membuat kopinya sendiri dengan penuh perhatian, dengan jumlah biji kopi genap 60 butir dalam setiap cangkirnya. Ia juga menimbang takaran gula dengan komposisi yang tepat.
*) Penulis adalah pegiat sastra di Lingkar Jenar