Citrust.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyoroti kinerja KPU dan Bawaslu Kabupaten Majalengka pada Pemilu 2019. Ketiga organisasi mahasiswa intrakampus itu menilai penyelenggara pemilu dengan pandangan yang berbeda.
HMI Majalengka memuji kinerja KPU, sedangkan PMII dan GMNI memberikan rapor merah atas penyelenggaraan pemilu di Majalengka yang dinilai buruk.
Wakil Ketua Bidang Politik DPC GMNI Majalengka, Oay Ashari, mengatakan, pihaknya memberikan rapor merah untuk KPU dan Bawaslu Kabupaten Majalengka. Meski demikian, GMNI juga memberikan apreasiasi atas penyelenggaran pemilu di Majalengka yang sudah dilakukan secara maksimal.
“Kami menilai Bawaslu kurang optimal mengawasi proses pengawasan Pileg 2019. Indikasinya adalah maraknya money politik di beberapa wilayah di Majalengka yang diduga sengaja tidak diproses dengan berbagai alasan,” kata dia, Senin (6/5/2019).
GMNI pun menyangkan sikap Bawaslu Majalengka yang sampai hari ini tidak transparan ke publik terhadap semua jenis temuan pelanggaran di lapangan, baik pelanggaran administratif maupun pidana. Padahal itu bertolak belakang dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Oleh karena itu, lanjut Oay, pihaknya meminta Bawaslu Majalengka segera menindaklanjuti dan mempublikasikan pelanggaran-pelanggaran Pemilu 2019 di Majalengka.
“Begitu pun dengan kinerja KPU Majalengka yang tidak siap melaksanakan pemilu 2019. Di antaranya terlambatnya pendistribusian logistik, tidak selektifnya perekrutan KPPS dengan mencederai aturan PKPU Nomor 3 Tahun 2018,” paparnya.
Selain itu, kata dia, KPU tidak maksimal menjalankan PKPU Nomor 10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
“Banyak masyarakat yang kaget dan kebingungan saat surat suara. Termasuk mandeknya anggaran tahapan Pemilu 2019 hingga berdampak demonstrasi ke KPU yang terjadi 5 April 2019,” kata Oay.
Sementara itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Majalengka mengancam akan melaporkan seluruh komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Majalengka dan lima orang Komisioner KPU setempat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP).
Laporan itu dilatarbelakangi dugaan pelanggaran kode etik dan tidak profesional Bawaslu Majalengka dalam menjalankan tugas dan fungsinya selaku penyelenggara pemilu.
“PMII siap kembali melaporkan lima komisioner KPU Majalengka dan lima Komisioner Bawaslu Kabupaten Majalengka ke DKPP serta PPK, PPS, Panwascam dan PKD se-Majalengka. Mereka tidak profesional dalam bekerja,” kata Ketua PMII Majalengka, Dede Sri Mulyati.
Menurut dia, banyak persoalan dalam penyelenggara pemilu serentak ini yang dinilai lalai dari profesionalisme dan
tanggung jawab KPU maupun Bawaslu.
“Masalah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) ini menjadi catatan kami. Belum lagi persoalan lainnya,” katanya.
Terpisah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majalengka memuji kinerja KPU yang dinilai sukses menyelenggarakan pelaksanaan pemilu.
Menurut Ketua Umum HMI Cabang Majalengka, Eka Prisaptio, pemilu serentak di Kabupaten Majalengka berjalan dengan damai dan sesuaibharapan. Oleh karena itu, HMI memberikan piagam penghargaan kepada KPU Majalengka.
“Kami memberikan penghargaan kepada KPU sebagai ucapan terima kasih kepada jajaran penyelenggaraan, mulai dari jajaran KPU, Bawaslu, TNI dan Polri yang sejauh ini telah menyumbangkan tenaga pikiran waktu, walaupun imbalan yang tak seberapa,” katanya.
Dia menilai target partisipasi yang ditetapkan KPU dari 80 persen naik menjadi 81,04 persen. Bahkan, pleno terbuka tingkat kabupaten ditunda dikarenakan selisih DPTb, namun kenyataannya bisa diselesaikan.
“KPU, PPK, atau PPS, mendata pemilih DPTb sesuai dengan pasal 8 ayat 12 dan 13 PKPU 9 tahun 2019. Pengurangan DPTb bisa disebabkan karena orang membatalkan A5-nya dan memilih nyoblos di TPS asalnya. Jadi, akan keliru apabila DPTb 17 April 2019 sama dengan DPTb 11 April 2019,” tukasnya. (Abduh)