Terapkan Insinerator, Walhi Jabar: Pemkab Cirebon Langgar UU Pengolahan Sampah

Cirebontrust.com – Penerapan Insinerator atau mesin pembakar sampah yang akan digunakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, untuk pengolahan sampah dikritik keras oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat‎.

Pasalnya, pengolahan sampah dengan teknologi Insinerator melanggar Undang-undang (UU) nomor 18 tahun 2008 tentang pengolahan sampah. Di dalam UU tersebut, ada pasal pelarangan pengolahan sampah dengan dibakar.

“Kita pakai dasar penelitian, Insinerator jelas bahaya, karena semua jenis sampah dikumpulkan kemudian dibakar jadi satu. Walaupun dibakar di atas suhu 1000 derajat celcius tetap menimbulkan racun. Diantaranya, mercuri, dioxin, dan furan, yang berdampak pada fungsi otak, hati, ginjal, genetis dan janin,” terang Meiki W Paendong, Humas Walhi Jabar saat ditemui di Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kamis (01/12).

Meiki mengungkapkan, selain bahaya bagi lingkungan juga memakan biaya yang sangat besar, khususnya anggaran operasional dan biaya lingkungannya. Dari hal itu, ada beberapa daerah di Indonesia yang akhirnya berhenti di tengah jalan dan tidak jadi menggunakan alat tersebut, seperti halnya Surabaya dan Bandung.

Di negara-negara lain pun, khususnya Eropa sangat menentang penggunaan teknologi tersebut, hingga adanya kampanye anti Insinerator‎. Bahkan pada tahun 2009, Negara Filipina akhirnya membatalkan penggunaan Insinerator untuk meminimalisisr persoalan sampah, karena adanya protes besar-besaran dari masyarakatnya.

‎”‎Kalau tetap menggunakan Insinerator, oke kita tantang. Pemda harus melaporkan level pencemarannya, uji emisi setiap 6 bulan sekali di lab yang terakreditasi, yang hanya ada di Singapura. Yang persatu nano dioxin itu harganya Rp 1 juta, bupati mau nanggung enggak‎,” tantangnya.

Pihaknya menyarankan kepada Pemkab Cirebon, agar menggunakan teknologi Biodigester‎, mengolah sampah menjadi bahan yang bermanfaat, dan juga menyadarkan masyarakat agar meminimalisir produksi sampah.

‎”Komposting dan mengurangi sampah dari sumbernya. Misalnya menggunakan kantong bisa di pakai terus menerus.‎ Kemudian ditiap kecamatan ada tempat pemilah sampah, jangan tersentral, pengelolaannya disebar. Itu bisa Kalau komitmen Pemdanya kuat, karena di Indonesia 75 persen adalah sampah organik,” pungkasnya. (Riky Sonia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *