Citrust.id – Perkembangan pengguna internet di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya diantaranya, dapat menumbuhkan perdagangan elektronik di Indonesia, melahirkan citizen journalism, mempercepat arus informasi, lahirnya media sosial (medsos), membantu individu dalam mencari informasi dan lain sebagainya.
Namun, di saat yang bersamaan, pertumbuhan pengguna internet yang massif membuka ruang yang lebih luas, di antaranya meningkatnya radikalisme digital, jejaring teroris online, berita bohong (hoax), ujaran kebencian, cyber bullying, penyebaran konten negatif dan lain sebagainya.
Persoalan itu terungkap dalam kegiatan seminar jurnalistik yang digelar Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Majalengka, Rabu, (28/2/2018) di Auditorium kampus setempat.
Narasumber pada kesempatan itu Ketua PWI Kabupaten Majalengka Jejep Falahul Alam, Kepala Biro Majalengka Rakyat Cirebon, Pardi Pai Supardi, Kepala Biro Majalengka, Abdurakhman dan Koordinator Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Majalengka, M. Abduh Nugraha.
Ketua PWI Kabupaten Majalengka Jejep Falahul Alam menuturkan, saat ini berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tahun 2017, jumlah pengguna internet tahun ini di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2016 yang hanya 132,7 juta jiwa. Bahkan jumlah pengguna internet pada tahun ini mencakup 54,68 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 262 juta orang.
“Tingginya pengguna internet dewasa ini, paling berbahaya penyebaran berita hoax melalui medsos. Jika tidak ada edukasi dan literasi digital bagi masyarakat akan berbahaya dan terancam terjerat UU Nomor 11 tahun 2018 tentang ITE,”katanya.
Menurut Jejep, biasanya modus teknis penyebaran hoax dengan cara membuat akun baru, lempar isu, tutup akun, buka akun baru, lempar dan tutup lalu pergi dan seterusnya. Pola penyebaran Hoax sendiri menurut aparat kepolisian menjalankan pola hit and run. Pelaku juga melempar isu-isu hoax di medsos pada umumnya.
“Ketika kita menerima informasi tidak langsung menyebarluaskannya, tapi harus diteliti dan dikaji terlebih dahulu kebenarannya. “Hati-hati dengan judul provokatif, cermati alamat situsnya, periksa fakta beritanya, cek keaslian foto, ikut diskusi anti hoax, itu melawan hoax, “ungkapnya.
Narasumber lainnya Pardi Pai Supardi menjelaskan tentang teknik wawancara dan wawancara, Abdurrahman UU Pers Nomor 40 tahun 1999, dan M. Abduh Nugraha tentang media online dan teknik membuat perss release.
Ketua Senat Mahasiswa FISIP Dwi Vananda K didampingi Ketua Panitia, Eka Prisapto mengatakan, tujuan dilaksanakannya seminar ini dalam upaya menggelorakan semangat budaya membaca dan menulis yang kini mulai ditinggalkan.”Kemajuan peradaban modern kedepan harus dipersiapkan sejak dini. Jika tidak, kita akan tergusur oleh zaman. Salah satu solusinya rajin membaca dan memiliki keterampilan menulis, “ujarnya.
Wakil Rektor III Unma H. Dadang Hendriyana berharap, dari pelaksanaan seminar ini dapat melahirkan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Unma sebagai wadah kreatifitas minat dan bakat mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan idenya melalui tulisan. “Kami mendukung acara semacam ini, karena sangat relevan dengan kehidupan kampus teruatama dunia tulis menulis, “tuturnya.
Wakil Dekan III Kemahasiswaan Dodi berharap kemampuan mahasiswanya dalam dunia penulisan meningkat, teruatama dalam karya tulis ilmiah. “Jurnalistik itu masih ada kaitannya dengan karya ilmiaah, “tukasnya. /abduh