Cirebontrust.com – Dalam Seminar Internasional Ulama Perempuan ini, Komisioner HAM OKI, Siti Ruhaeni Dzuhayatin diminta berbagi pengalaman dalam kerja-kerjanya di Komisi Permanen Independen HAM dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Agenda di komisi ini adalah menangani isu Hak Asasi Manusia di Palesatina, Yordania, termasuk di dalamnya isu hak-hak perempuan dan anak, hak-hak minoritas, dan hak-hak warga beragama Islam di negara-negara di luar OKI seperti Rohingya dan Kashmir. Agendanya juga melingkupi isu hak pendidikan dan pembangunan.
“Kami hingga kini di komisi OKI ini masih menghadapi isu yang keras demi berpindah dari kepentingan politik ke HAM,” katanya.
Selain harus membicarakan isu Israel dan Palestina, HAM OKI masih lebih banyak memberikan perhatian kepada apa yang terjadi di luar negara-negara anggota OKI. Menurutnya, tantangan HAM di negara anggota OKI adalah persoalan penerapan CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women). Belum lagi beratnya persoalan LGBT, yang hanya diakui satu orientasi seksual saja.
“Maka, kami sampaikan di OKI soal penting dan keharusan perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagai warga negara. HTI dan Forum Umat Islam bertanya kepada saya, apakah OKI punya komisi HAM? Bagi saya komisi ini sangat penting untuk menyampaikan kepada mereka atau para hard liner bahwa HAM adalah bagian dari Islam,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ada tiga tantangan isu perempuan di komisi tersebut, yakni, Pertama adalah hak asasi perempuan yang harus dimainstreamkan di negara-negara anggota OKI.
“Kedua, keseimbangan. Ada posisi binari, yang diambil dalam diskusi-diskusi, yang ingin dihasilkan oleh komisi ini. Yakni bagaimana membangun HAM dalam Islam agar negara Barat bisa memahami ini. Ketiga, sebagai komisioner perempuan maka saya memperkenalkan kepemimpinan yang feminis untuk bisa membangun peradaban dan kedamaian,” ujarnya. (Iskandar)