CIREBON (CT) – Merespons tanggapan bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara II banyak menabrak aturan, diantaranya tentang Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon, yang hingga kini masih dalam tahap pembahasan revisi, dan juga Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Jawa Barat.
Heru Dewanto, Presiden Direktur PT. Cirebon Energi Prasarana (CEPR) selaku pengelola, dengan tegas mengatakan bahwa pembangunan PLTU II sesuai dengan RTRW di tingkat Provinsi Jawa Barat, Sabtu (28/05).
“Kemarin sudah ada rapat Badan Koordinasi Penataaan Ruang Nasional dan Daerah (BKPRND) di Provinsi Jabar. Intinya sudah menetapkan bahwa pembangunan ini sesuai dengan RTRW yang berlaku,” tegas Heru kepada awak media, di sela-sela acara selamatan pembangunan PLTU II, Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.
Seperti yang dikatakan Martin, Aktivis Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dia mencium adanya pelanggaran hukum berat pada lokasi yang dijadikan tempat pembangunan mega proyek tersebut. Menurutnya, lokasi itu melanggar Undang-Undang (UU) Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, karena lokasi tersebut tidak termasuk peruntukan tata ruang pembangunan elektrifikasi.
“Harusnya enggak bisa dibangun tuh. Kalau maksa bisa kena pidana. Mestinya, kalau mau membangun selesaikan dulu lah RTRW dan RZWP3K-nya, itu harus sinkron,” ungkap Martin.
Perlu diketahui, berdasarkan data yang dihimpun CT, merujuk pada Perda Provinsi Jabar nomor 16 tahun 2013 tentang RZWP3K sesuai dengan pasal 38, bahwa wilayah yang akan dijadikan lokasi pembangunan PLTU II itu, yakni Kecamatan Astanajapura dan Mundu adalah termasuk zona pertanian. (Riky Sonia)