CIREBON (CT) – Pro dan kontra pencabutan kurikulum 2013 (kurtilas) yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Kali ini tanggapan datang dari akademisi yang menganggap bahwa kurtilas dilihat dari filosofi dianggap baik, akan tetapi permasalahan yang ada terletak pada pelaksanaan ketika dilapangan.
“Filosofi sih bagus, bisa membentuk karakter terhadap siswa, namun pelaksanaan dilapangan memang menjadi masalah. Guru kebingungan memberi nilai, sekolah belum siap,” ujar Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Pd. Kepada CT.
Seperti yang sudah diketahui bersama, Kurtilas memang dinilai banyak kalangan terlalu terburu-buru. Masih menurut Rozak, ia menjelaskan kurtilas untuk jangka panjang memang bagus. Kurtilas menuntut sekolah menggunakan teknologi, dan guru dituntut untuk memahami teknologi agar menyampaikan pengetahuan lebih mudah. Tapi hal ini menuruntnya akan menjadi permasalahan dilapangan jika pelaksananya tidak siap.
“Untuk 10-20 tahun kedepan memang bagus, semuanya dituntut untuk tidak gaptek. Tapi, apakah sekolah sudah mempunyai sarana dan prasarana yang memadai? Apakah guru sudah semuanya melek teknologi? Ini harus diperhatikan pemerintah,” tambahnya.
Lebih lanjut, ketika disinggung apakah kurtilas lebih baik dihapuskan secara total Rozak merasa tidak setuju. Langkah yang dilakukan pemerintah menuruntnya bukan bermaksud menghapuskan. Akan tetapi, evaluasi yang mendalam akan menjadi fokus pemerintah. Rozak menyambut positif langkah yang dilakukan mendikbud, menurutnya kurtilas bisa direvisi dan disesuaikan dengan kondisi. Tujuan kurikulum menurutnya bisa membekali peserta didik untuk hidup.
“Gak usah dihapus total, bisa direvisi. Pelatihan terhadap guru bisa dilakukan dan merubah mindset guru yang tidak hanya sebagai mentransfer ilmu saja. Sarana dan prasarana juga ditingkatkan dengan merata agar tidak ada diskriminasi,” tutur Rozak.(CT-124)
