Majalengkatrust.com – Staf ahli Menteri Kominfo bidang Komunikasi dan Media Massa, Drs. Gun Gun Siswadi, M.Si mengatakan saat ini Indonesia mengalami darurat hoax atau berita bohong.
“Sementara masyarakat masih banyak yang tidak bisa membedakan media abal-abal, akun anonim, buzzer dan berita hoax atau bohong,” kata Gun Gun Siswadi saat Workshop Jurnalisme Warga dengan tema ‘Sinergi Pers, Masyarakat dan Pemerintah di Era Keterbukaan Informasi’ di Gedung Graha Sindangkasih, Rabu (22/03).
Sementara lanjut dia, pengguna internet di Indonesia saat ini tahun 2016 mencapai 132,7 juta dan layanan internet mobile masih mendominasi dengan persentase 69,9 persen atau 92,8 juta pengguna.
“Melalui perangkat mobile (smartphone, red) yang didalamnya terdapat aplikasi sosmed seperti facebook, twitter dan aplikasi obrolan seperti BBM, whatsapp, dan line, akitivitas sharing dan gathering informasi semakin hari semakin hiruk-pikuk,” ungkap dia.
Dikatakan dia, UU ITE adalah payung hukum dunia maya dan larangan menyebarkan hoax diatur dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE. Kewajiban pemerintah mencegah konten ilegal, lanjut dia, pasca revisi UU ITE adalah berdasar pasal 40 ayat (2a) yaitu pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan IE (informasi elektronik) dan DE yang memiliki muatan yang dilarang sesuai ketentuan Perundang-undangan.
Selain itu, lanjut dia, langkah pemerintah mencegah hoax adalah melalui literasi yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih, memilah, memahami, dan menganalisis, mendkonstruksi pesan dan informasi.
“Selain itu juga melakukan sosialisasi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami, dan meyakini sehingga mampu bersikap memilih dan memilah informasi dari media sosial yang berpotensi menimbulkan perpecahan dan potensi konflik,” tukas dia.
Sementara Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Pers Dewan Pers Nasional, Imam Wahyudi mengatakan media mainstream harus berperan menjadi klarifikasi hoax di media sosial.
“Kalau menyebar hoax di media sosial itu bukan ranah UU Pers, bisa melanggar UU ITE maupun pidana lainnya,” ungkap dia.
Dikatakan dia, Pers kalau tidak berlandaskan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik bisa dilaporkan ke polisi dan proses pidana, Dewan Pers sudah MoU dengan Polri untuk hal tersebut.
Selain itu, lanjut dia, agar Perusahaan Pers bisa dibela Dewan Pers harus sesuai Standar Perusahaan Pers dan terdaftar di Dewan Pers sesuai Peraturan Dewan Pers nomor 04/Peraturan-DP/III/2008, yang isinya diantaranya berbadan hukum PT, Yayasan, Koperasi yang hanya menyelenggarakan usaha Pers.
“Perusahaan Pers harus mengumumkan penanggungjawab, memberi upah minimum UMP sebanyak 13 kali setahun dan modal dasar minimal Rp50 juta,” ungkap dia.
Selain itu, lanjut dia, wartawan juga harus sesuai Standar Kompetensi Wartawan yang diatur Peraturan Dewan Pers nomor 01/Peraturan-DP/II/2010 berlaku untuk wartawan sebagai sertifikasi bahwa yang bersangkutan memiliki kompetensi sebagai wartawan sesuai jenjang yaitu wartawan muda, madya dan utama yang sertifikatnya diterbitkan Dewan Pers.
“Selain itu wartawan harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik sesuai SK Dewan Pers nomor 03/SK-DPP/2006 yang disahkan dengan Peraturan Dewan Pers nomor 06/Peraturan-DP/V/2008, yang ditanda-tangani organisasi-organisasi Pers tahun 2006 lalu,” ungkap dia. (Abduh)