Blokir Aplikasi?

Oleh DADANG KUSNANDAR*

SAYA mengutip komentar beberapa jam setelah aplikasi tumblr diblokir Kemeninfo. “Mudah2 an kominfo setelah ini blokir google karena banyak link porno dan sara. Kita harus menghargai kerja keras kominfo yang sampai beli mesin blokir internet ratusan milyar untuk melindungi kita dan agar kita bisa tahu bahwa kominfo kerja teramat sangat keras. Jadi tidak usah protes soal internet cepat karena Indonesia tidak butuh internet cepat. Mudah2 an tidak lama lagi kita seperti korea utara”

Membaca kutipan di atas jelas sekali bahwa sang komentator kecewa terhadap pemblokiran tumblr. Ia tidak sendirian menyatakan ketidaksetujuan itu. Konon tumblr adalah layanan blogging seperti halnya blogger atau wordpress tetapi dengan format lebih sederhana. Di saat bersamaan tumblr juga punya kesamaan dengan jejaring sosial karena pengguna bisa saling mengikuti.

Alasan pemblokiran menurut Menteri Kominfo karena tumblr banyak dijejali pornografi selain menambah banyak sampah informasi di Indonesia. Sementara para pengguna bersikukuh bahwa konten porno di tumblr tidak sedahsyat di aplikasi lain. Tumblr lebih tepat disejajarkan dengan diary atau buku harian. Maka pemblokiran tumblr sama dengan menghapus buku harian yang telah ditulis bertahun-tahun.

Apa pun aplikasi internet sebenarnya bergantung kepada penggunanya. Bisa positif dan juga bisa negatif. Kabarnya aplikasi wattpad lebih seru lagi dalam hal mengeksplorasi masalah pornografi padahal rata-rata penggunanya berusia belasan.

Persoalannya adalah bagaimana kita mempergunakan jejaring sosial. Kesalahan bukan terletak pada aplikasi melainkan niat awal sang pengguna. Saya yakin semua aplikasi internet bisa diapakan sesuai keinginan kita. Akan tetapi ada tanggung jawab di balik semua konten/ posting yang dituangkan.

Heboh soal hoaks yang membangun versi kepala badan cyber dengan warganet belum tuntas. Lantas bertambah lagi dengan Family Cyber Muslim Army. Sebelumnya banyak perang jejaring sosial yang saling menistakan satu dengan yang lain. Bahkan digunakan bagi kepentingan politik. Dalam suasana seperti itu pemblokiran berlangsung.

Tentu saja apa pun namanya pemblokiran sepihak pasti ada yang dirugikan. Sebaiknya kemenifo lebih konsern kepada konten ketimbang aplikasi. Bukankah pendaftaran nomor simcard bisa dengan mudah mendeteksi siapa menulis apa untuk tujuan apa dan seterusnya. Kepada mereka secara individu boleh (malah harus) dikenakan sanksi apabila konten jejaring sosialnya menimbulkan kebencian dan menyulut amarah publik.

Ini artinya kominfo tidak boleh bertindak sewenang-wenang menggunakan kekuasannya. Terakhir saya mengutip pidato mantan Presiden AS Barack Obama di Rutgers University, Piscataway New Jersey tahun 2016 lalu. “Kita harus paham apa yang kita bicarakan. Dalam politik dan kehidupan kita tidak boleh menjadi orang yang tidak peduli. Jika kita tidak paham itu bukan berarti kita berbicara apa adanya. Itu bukan berarti kita mengklaim tidak ingin berbasa-basi. Itu berarti kita tidak tahu apa yang kita bicarakan.” []

*Kolomnis, tinggal di Cirebon.

Komentar