Uber Minta Permenhub Soal Taksi Online Dipertimbangkan Ulang

Cirebontrust.com – Kementerian Perhubungan telah menetapkan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 yang mengatur tentang layanan sistem trasnsportasi berbagi penumpang (ridesharing). Penetapan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 yang berisi 11 revisi PM 32/2017.

Menanggapi hal tersebut, perusahaan taksi online, Uber, dalam keterangan tertulisnya melalui Head of Communications Uber Indonesia, Dian Safitri, mengungkapkan, pendekatan yang digunakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 perlu dipertimbangkan ulang.

Pembatasan kuota kendaraan dan biaya perjalanan serta beratnya persyaratan, seperti pengalihan kepemilikan kendaraan, menghalangi warga biasa yang ingin berbagi tumpangan dan membatasi akses warga terhadap layanan mobilitas yang terjangkau dan nyaman. Hal itu tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk menggalakkan ekonomi kerakyatan.

“Berbeda dengan langkah pemerintah kota DKI Jakarta yang tahun 2016 menghapus kuota dan batasan tarif taksi demi terciptanya persaingan yang sehat serta memandang kuota dan biaya perjalanan ridesharing tidak perlu diatur karena melihat perbedaan model bisnis,” ujarnya.

Persyaratan seperti pengalihan kepemilikan kendaraan, pemasangan kartu identitas dan nomor kontak pelanggan di interior mobil dan stiker di kendaraan, tidak memiliki manfaat langsung bagi keselamatan dan kenyamanan serta mungkin tidak lagi relevan. Uber telah menggunakan teknologi untuk meningkatkan keselamatan sebelum, selama dan setelah perjalanan dengan cara-cara yang tidak dimungkinkan sebelum era ponsel pintar.

Selain itu, persyaratan akses data realtime perlu dikaji ulang karena merupakan informasi bisnis yang sensitif serta dapat melanggar hak privasi pengguna individu aplikasi Uber. Sangat penting juga pemerintah bisa mempertanggungjawabkan bagaimana informasi ini akan digunakan.

Dian mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah dalam menetapkan panduan dan aturan untuk layanan ridesharing tersebut. Namun, revisi aturan itu justru berisiko menghambat berbagai manfaat yang dihadirkan ridesharing kepada para penumpang, mitra-pengemudi dan kota-kota kita.

Penumpang bisa menghemat 65 persen dari biaya dan 38 persen dari waktu perjalanan dengan menggunakan aplikasi Uber dibandingkan saat menggunakan kendaraan pribadi. Sebanyak 43 persen dari mitra-pengemudi bukan berasal dari angkatan kerja sebelum bermitra dengan Uber – 28 persen di antaranya pengangguran. 61 persen dari mitra mengemudi bersama Uber kurang dari 10 jam perminggu.

Selain itu, lanjut Dian, 6 persen penumpang telah berhenti menyetir kendaraan pribadi dan 62 persen kini mengurangi frekuensi menyetir kendaraan pribadi setelah menggunakan Uber. Sebanyak 20 persen dari perjalanan di Jabodetabek diawali dan diakhiri di area-area yang tidak diakses kendaraan umum dan 30 persen perjalanan di Jakarta terjadi pada pukul 22.00-02.00 WIB saat transportasi publik sangat terbatas. Perjalanan di Indonesia pun telah digunakan oleh pengunjung dari 76 negara.

Dian menambahkan, Indonesia adalah negara yang dikenal terbuka dengan tren ekonomi global, teknologi baru dan mendorong ekonomi kerakyatan. Namun dengan revisi aturan itu, Indonesia tidak bisa mengambil manfaat penuh dari model bisnis dan inovasi ridesharing.

“Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan para pelaku industri dan pemerintah untuk mencari jalan ke depan yang memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi seperti kami dapat mengubah kehidupan warga menjadi lebih baik,” pungkasnya. (Haris)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *