CIREBON (CT) – Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung disinyalir akan berdampak besar bagi perekonomian wilayah III Cirebon yang mulai bergeliat sejak dibukanya akses Tol Cipali pertengahan 2015 lalu. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon, M Abdul Majid Ikram kepada CT.
Menurutnya, proyek pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung itu akan memberi dampak positif dan juga negatif.
“Namun yang paling penting dalam setiap pembangunan infrastruktur adalah, kalau ada suntikan modal ke situ maka ekonomi akan berputar. Ini baik karena pemerintah punya keterbatasan anggaran, apalagi kinerja birokrasi tidak penuh. Serapan anggaran tidak pol. Jadi harus bagi-bagi tugas dengan BUMN,” tutur Majid.
Jika proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada akhirnya rencana perpanjangan rute kereta cepat sampai Surabaya akan terus berlanjut, Majid mengimbau agar segala sesuatunya bisa diantisipasi sejak awal. Pemerintah bisa melakukan antisipasi mengamankan harga tanah di sepanjang jalur yang akan dilalui kereta cepat tersebut.
“Kereta cepat Jakarta-Surabaya yang jelas akan melewati Cirebon baru akan dibangun 2025, 10 tahun lagi. Masih lama tapi beres tidak harga tanahnya sampai Surabaya. Segera amankan right of way atau trasenya, lewat mana, amankan dari sekarang,” ujarnya.
Dia menjelaskan, meski masih akan dibangun 10 tahun lagi bukan berarti persiapan tidak dilakukan secepatnya. Jika telat, diyakini penggunaan lahan makin padat. “Perkara mau dibangun lima atau sepuluh tahun lagi. Kalau tidak, nanti makin padat, mahal, susah,” katanya.
Dia menilai, trayek kereta cepat dengan kecepatan hingga 200 kilometer per jam itu masih terlalu pendek, jika jaraknya hanya antara Jakarta-Bandung. Lebih cocok untuk jarak 400 km lebih.
“KA cepat harusnya untuk jarak 400-700 kilometer. Jadi kalau ada KA cepat, di mana-mana menyedot yang dari pesawat karena dia jaraknya jauh, kalau dibuat jangka pendek di bawah 200 km seperti ke Bandung, tidak ada pesawat,” katanya.
Pada kesempatan itu, Majid juga mengatakan, proyek ini menjadi alat diplomasi antara Indonesia dan China. Kerja sama dilakukan guna mengejar prospek bisnis yang lebih panjang. Proyek itu bisa jadi pintu pembuka untuk proyek lainnya. Pembangunan itu diyakini sebatas komoditas dalam hubungan bilateral Indonesia-China.
“KA cepat sudah jadi bahan komoditas diplomasi antar negara. Ditambah kejar prospek bisnis ke depan sebagai alat diplomasi bilateral antar dua negara,” kata Majid. (Wilda)