CiREBON (CT) – Wimar Witoelar memberikan respon positif kepada para peserta Bedah Buku “Sweet Nothings”, yang bertempat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Cirebon, Jumat (21/11).
Buku jilid ke-4 yang diterbitkannya itu mengisahkan tentang pengalaman pribadinya. Dari hal yang dianggap nothings atau tidak penting, tanpa disadari ada nilai besar yang didapat.
“Buku sweet nothings ini menjadi karya yang paling dekat dengan ekspresi jujur, dari kepribadian saya. Serasa menjadi penunjang apa yang sedang saya jalankan sekarang,”tutur Wimar Witoelar di hadapan tamu undangan dari para perbankan, mahasiswa hingga UKM.
Dalam bedah buku ini, salah satu bagian yang sempat dibahas yaitu “Culture Shock”. Melalui pemikiran Wimar budaya “culture shock” digambarkan melalui sebuah cerita dengan tokoh utama orang kampung yang menjadi baby sitter di Jakarta.
Disana si tokoh mengalami pergeseran budaya 180 derajat dari kampung halamannya. Dalam bab ini, Wimar menulis sekali, orang masuk dalam kelas menengah ke atas, lepaslah dia dari hubungan budaya dengan rakyat biasa.
“Tak jarang culture gap kemudian menimbulkan culture shock. Lainnya, selama seseorang stuck atau jalan ditempat berada ditempat asalnya terus,culture shock menantinya kemanapun dia pergi,” tuturnya.
Dalam bedah buku kali ini, Wimar juga membagi sedikit cerita saat menjadi juru bicara kepresidenan di Era mantan presiden RI Alm. Abdurrahman Wahid (Gusdur). Kejadian dibalik layar yang membuat para undangan antusias mendengarkan setiap cerita dari pria 69 tahun ini.
Sweet Nothings disebutnya sebagai “buku alay”, namun bukan alay seperti diartikan anak muda jaman sekarang. “Alay disini menyampaikan pemikiran dengan ringan dan bahasa yang mudah diterima. Pasalnya, Wimar juga pernah menerbitkan buku serius soal politik dan lainnya. Kalau ada penerbit yang mau terbitkan jilid 5, materinya sudah saya siapkan,” ucapnya.
Bagian lain yang dibahas dalam buku ini, keseharian setiap manusia pasti pernah melalui peristiwa sederhana. Permasalahannya jika tidak bisa memahami hal-hal kecil, bagaimana mampu menangani permasalahan yang lebih besar dan kompleks. Untuk itu, lanjutnya, mulailah membicarakan hal kecil. Sebab di dalamnya kita tak perlu menaruh harapan, sebaliknya kita bisa menemukan hal besar untuk mulai melangkah. Kendati demikian, Wimar tidak terlalu setuju bukunya masuk dalam kategori buku motivasi.
“Kalau ada pembaca yang termotivasi membaca buku-buku saya, ya syukur. Sebelumnya beberapa tulisan dalam buku ini juga pernah terbit dibeberapa media dan mendapat sambutan positif pembaca.” Katanya. (CT-105)