Warga Desa Cicalung Pilih Sekolah Madrasah karena tak Punya SD

MAJALENGKA (CT) – Program wajar dikdas 9 tahun yang digulirkan pemerintah nampaknya mendapat tantangan di Desa Cicalung Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka. Pasalnya di Desa tersebut tidak memiliki Sekolah Dasar atau SD.

“Sejak akhir tahun 1980an di Desa ini tidak ada Sekolah Dasar karena dimerger dengan desa tetangga dan anak-anak warga pun sekolah di Madrasah Ibtidayah yang kondisinya juga sudah memprihatinkan,”kata Kepala Desa Cicalung Ade kepada CT, Rabu (20/07).

Kepala Desa Cicalung Ade mengatakan, di wilayahnya sudah hampir 20 tahun tidak ada SD Negeri, semua orang tua menyekolahkan anaknya ke MI dengan alasan agar dimasa kecil anak bisa belajar agama lebih banyak. Karena di MI pelajaran agama mencapai 10 jam per minggunya.

“Dulu pernah ada SD Inpres, namun sudah lama di merjer dengan SD yang ada di desa tetangga, karena muridnya sedikit, masyarakat lebih banyak yang menyekolahkan anaknya ke MI, selain itu jumlah anak di Desa Cicalung memang sedikit karena jumlah penduduknya juga sedikit hanya sebanyak 1432 jiwa dengan jumlah KK 480,”ungkap Ade.

Ade berharap Madrasah Ibtidayah yang ada di desanya segera mendapat perbaikan dari pemerintah agar semua murid bisa belajar dengan nyaman.

Sedianya menuurt Ade, perbaikan sekolah akan dilakukan melalui Dana Desa ataupun Dana Alokasi Desa karena menunggu perbaikan dari pemerintah tak kunjung datang, namun ternyata aturan pemerintah tidak memperbolehkan Dana Desa ataupun ADD dipergunakan untuk sarana keagamaan atau membangun gedung sekolah.

Informasi dihimpun CT,n Madrasah Ibtidaiyah Cicalung, Desa Cicalung, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka sejak belasan tahun yang lalu tidak pernah di renovasi, padahal sekolah tersebut adalah satu-satunya sekolah yang ada di desa tersebut, karena Sekolah Dasar Negeri sudah puluhan tahun dihapus, dimerjer dengan SD Paniis Desa tetangga.

Menurut keterangan beberapa orang guru di MI serta Kepala Desa Cicalung Ade, sekolah tersebut dibangun pada tahun 1940 oleh swadaya masyarakat desa setempat, makanya kondisi bangunan tersebut adalah bangunan tua. Bagian dinding tembok luar menggunakan batu belah sebagian dengan batu bata.

Gedung sekolah itupun baru beberapa kali diperbaiki tak heran bila kondisi bangunan bagian atapnya mulai lapuk, terakhir perbaikan dilakukan pada tahun 2004 lalu, itupun hanya tiga ruang kelas saja, selebihnya tidak lama tidak mengalami perbaikan.

“Kalau bangunan nampak baik itu karena dipulas dengan cat, karena sebetulnya bangunan ini adalah bangunan tua yang sudah lama tidak diperbaiki,” ungkap salah seorang guru Santang Robya.

Meja dan bangku di salah satu kelas masih menggunakan bangku jaman dulu di tahun 1950 an, yang kondisinya antara meja dan bangku diapasang menjadi satu. Namun sebagian masih nampak kokoh sebagian lagi tiangnya rusak terkena rayap.

Meski demikian guru dan muri-muridnya berupaya membuat ruangan kelas menjadi nyaman, lantai nampak sangat bersih, dinding ruangan dihias dengan aneka kerajinan tangan, serta tembok di cat dengan warna yang sejuk. Di setiap sudut ruang kelas dekat meja guru ada sejumlah map plasik dingantung, setiap map berisi dokumen masing-masing murid termasuk hasil kerajinan tangan murid.

Dipagi hari sejumlah orang tua murid yang mengantar anaknya ke sekolah ikut membersihkan halaman kelas dari sampah yang berserakan yang dibuang anak-anak mereka dengan sembarangan.

Menurut guru di sekolah tersebut, Ade Dudi, ada sebanyak 10 orang guru yang mengajar di MI, 4 guru sudah PNS dan 6 guru masih honor dengan upah sebesar Rp 200.000 per bulan. Mereka mengajar 119 orang murid.

“Bagi guru honor yang sudah menerima tunjangan sertifikasi tidak diberikan honor bulanan dari sekolah, karena dianggap sudah memiliki penghasilan dari dana sertifikasi,” katanya.

Menurut dia bangunan kelas MI tersebut sudah berjamur dan bangunan pun masih menggunakan batu sungai belum batu bata seperti SD-SD zaman sekarang yang sudah modern. (Abduh)

Komentar