-Dok KITLV
-DAENDELS saat mengontrol pembangunan jalan pos antara Anyer dan Panarukan.
Oleh: Nurdin M Noer*
Pada tahun 1808-1809, Daendels membagi Pulau Jawa ke dalam tiga wilayah prefecture, yaitu:
1. Batavia dan Jacatrasche Preanger – Regentschappen yang meliputi Tangerang, Karawang, Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang dan Parakanmuncang.
2. Kesultanan Cirebon dan Cheribonsche Preanger Regentschappen yang mencakup Limbangan, Sukapura dan Galuh.
3.Pesisir utara Pulau Jawa bagian Timur (noord-ooskust) dan wilayah ujung Timur Pulau Jawa (ooskust) – (Pemda DT I Jabar, 1993 : 263 dalam Udin Koswara : 2000).
Prefect yang pertama kali diangkat pada tahun 1808 untuk adalah Willem Gejsbart Geliach yang kemudian pada tahun 1809 digantikan oleh Matthys Waterloo sebagai Landdrost atau resident (Udin Koswara : 2000).
Konsepsi Raffles pun tak jauh berbeda dengan Daendels, yakni melakukan system pemerintahan sentralistis dan pemerintahan itu ingin dilaksanakan secara langsung. Dalam hal ini, istilah perfect diganti menjadi resident (ibid).
Dalam The History of Java, Thomas Stamford Raffles (alih bahasa Eko Prasetyaningrum, Nuryati Agustin, Idda Qoryati Mahbubah, Penerbit Narasi 2008), membuat aturan tegas mengenai masalah tanah. “Di Provinsi Cheribon, berdasarkan undang-undang lama, tiap distrik dan desa, seperti di Kabupaten Priangan, memiliki bagian tanahnya sendiri. Bedanya di kabupaten tersebut tanah menjadi milik desa dan perorangan. Namun di provinsi ini, desa dan tanah menjadi milik penguasa, atau keluarga dan orang kepercayaan sultan, kecuali sejumlah tanah yang diperuntukkan bagi masyarakat (Raffles: 91).
“Para penguasa menikmati keuntungan dari tanahnya selama dia mampu menjaga. Orang biasa hanya mendapat waktu setahun, dan setelah itu digantikan oleh penduduk desa lain. Secara garis besar ada tiga cara system sewa tanah di Jawa, yaitu di Sunda, sewa tanah diberikan pada satu desa yang mengolah tanah terlantar dan pada perseorangan berupa sawah yang digarapnya; di Cheribon, para sultan dan pejabat lain mempunyai bagian tanah tersendiri, demikian juga rakyat biasa; di distrik timur berkebalikan dengan semuanya, tidak ada individu yang memiliki tanah. Tiap orang harus mematuhi aturan yang dibuat. Apabila seseorang merasa tidak puas, dia bisa bermigrasi ke tempat lain. Tidak seorang pun merasa wajib menggarap tanah. Tiap penduduk Jawa, baik di Kabupaten Priangan, di Cheribon, atau di distrik timur, merasa memiliki hak sepenuhnya atas berbagai tanaman buah-buahan dan pohon sirih, yang ada tepat di sekitar desa atau kampung mereka (Raffles : 92). (NMN)***
*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal.