CIREBON (CT) – Bagi H Casmadi (69), warga Desa Silih asih, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, kartu JKN-KIS miliknya merupakan ‘kartu sakti’ untuk berobat. Bagaimana tidak, bertahun-tahun ia memanfaatkan kartu JKN-KIS untuk berobat dan memeriksakan penyakit diabetes yang dideritanya.
Bermula saat pensiunan kepala sekolah SD Panggang Sari 1 Losari ini akan berangkat haji pada 2005. Sebagaimana mestinya, sebelum keberangkatan, calon jamaah haji terlebih dahulu dicek kesehatannya. Saat itu, dokter mengatakan, H Casmadi terindikasi gejala penyakit diabetes.
Sepulangnya dari tanah suci, selama empat bulan ia tidak memeriksakan kondisi kesehatannya. Suatu saat, ia merasa ada yang berbeda. Dalam sehari bisa berkali-kali buang air kecil. Ketika diperiksa, ternyata kadar gula dalam darahnya tinggi hingga mencapai 570 mg/dl.
“Dokter memvonis saya mengidap penyakit diabetes,” ujarnya.
Sejak itu, setiap dua pekan sekali hingga kini, ia rutin berobat. Tentu saja, dengan memanfaatkan kepesertaan BPJS Kesehatan. Semua biaya berobat ditanggung BPJS Kesehatan, sehingga ia tidak perlu mengeluarkan biaya.
H Casmadi merasa beruntung menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dirinya tidak bisa membayangkan, uang jutaan rupiah yang harus ia keluarkan untuk berobat penyakit diabetes yang ia derita jika tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, kartu JKN-KIS juga ia manfaatkan saat berobat kaki yang kerap kesemutan dan gangguan pada matanya. Lagi-lagi BPJS Kesehatan menanggung seluruh biaya pengobatannya.
H Casmadi menilai, pelayanan BPJS Kesehatan yang ia rasakan selama ini sudah sangat bagus. Selama bertahun-tahun ia merasa terbantu dengan adanya program dari BPJS Kesehatan.
Walau begitu, ia merasa obat yang diberikan fasilitas kesehatan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan masih terdapat perbedaan dengan pasien umum yang berbayar.
“Kebijakan fasilitas kesehatan ini seharusnya menjadi perhatian pihak BPJS Kesehatan,” katanya. (Haris)