Oleh Dadang Kusnandar
FAKTA bahwa kaum muda Indonesia masih memiliki komitmen pada kemerdekaan diri tampak dalam lingkar diskusi.
Manakala sekumpulan pemuda meyakini sepenuhnya bahwa kemerdekaan diri/ individu mengantarkan pada kedaulatan, dari sana akan muncul kekuatan.
Makin kuatnya komitmen itu memperlihatkan betapa sebenarnya kita (bagian penting suatu bangsa) memendam rindu terealisasinya kedaultan rakyat.
Rakyat yang sadar akan hak-hak kemerdekaan diri disertai kewajiban sebagai warga bangsa.
Kedaulatan kolektif bermuara dari kemampuan memanage kemerdekaan seluruh unity komunitas.
Jika demikian kedaulatan berada di tangan rakyat. Bukan kedaulatan raja, sebagaimana banyak terjadi di negeri kita.
Minggu sore awal September 2017 teman-teman sosialis Cirebon membincangkan rencana ke depan menyoal aplikasi ideologi.
Tak dinyana membuka ruang dialog kecil. Dan seperti tradisi para ideolog, tersematkan jargon kedaulatan rakyat.
Bayangkan apabila penguasa/ raja/ punggawa republik menggelorakan semangat nasionalisme melalui media elektronik, sementara dia adalah koruptor.
Kenyataan di atas itu tidak seharusnya terjadi karena kedaulatan merupakan milik rakyat.
Sedangkan penguasa berperan menjadi pelaksana kedaulatan rakyat. Sinergi antara kawula lan gusti inilah musabab idiom bagus: manunggaling kawula lan gusti.
Sebaliknya manakala kawula lan gusti (rakyat dengan pemerintah) punya tafsir sendiri-sendiri tentang kedaulatan, jangan berharap akan sinergi yang kualitatif.
Obrolan senja di Jalan Perkutut V Kota Cirebon itu sejatinya berawal dari perbincangan tentsng komitmen kemerdekaan individu.
Komitmen yang semakin kuat setelah rumah perjuangan di Gang Asmi Kelurahan Panjunan kembali kepada pewarisnya.
Para pewaris itu tak lain adalah generasi muda sosialis yang terangkai pada ajaran Sutan Syahrir.
Semoga rumah kedaulatan yang akan segera dioptimalkan kegunaannya mampu menjadi penyebar semangat dan ajaran sosialisme.***
