Ilustrasi
CIREBON (CT) – Sekilas, menurut legenda, pada zaman dahulu Nian adalah seekor raksasa ganas yang berasal sari pegunungan. Raksasa tersebut akan muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan warga desa. Dengan adanya hal ini para penduduk takut dan untuk melindungi diri dari Nian para penduduk menaruh makanan di depan pintu pada awal tahun. Dengan melakukan hal ini para penduduk percaya Nian hanya akan memakan makanan yang disediakan dan tidak akan memakan hewan ternak ataupun warga penduduk.
Pada suatu waktu, salah satu seorang penduduk melihat anak kecil yang menggunakan pakaian warna merah, dan dalam waktu itu juga Nian lari ketakutan. Sejak saat itulah para penduduk percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap tahun baru datang para penduduk akan menggantungkan gulungan kertas dan lentera berwarna merah di depan rumah. Tak hanya itu saja, para penduduk juga menggunakan kembang api untuk mengusir Nian. Adat dan tradisi inilah yang kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru Imlek. Sejak saat itu, akhirnya Nian ditangkap oleh Hongjun Laozu, dan menjadikan Nian sebagai kendaraan Hongjun Laozu itu sendiri.
Hujan dalam tradisi Tionghoa diartikan sebagai pembawa berkah dan keberuntungan. Para masyarakat Tionghoa percaya bahwa semakin besar hujan yang turun maka semakin besar pula rejeki yang akan datang. Ketika hujan turun banyak masyarakat Tionghoa yang berharap agar panjang umur, keberuntungan semakin bertambah dan rejeki pun bertambah.
Tak hanya itu saja, hujan yang terjadi pada saat perayaan Imlek juga diorientasikan sebagai pendingin suasana, yang berarti dapat membawa kedamaian dari ketamakan manusia yang ada di dunia, khususnya pada tahun monyet ini. (Net/CT)