Cirebon Pusat Kebudayaan Jawa Barat

Oleh Ikfal Al Fazri

KELAHIRAN Cirebon menandai peradaban baru di Nusantara. Pusat jalur perdagangan pelabuhan Muara Jati adalah jantung keluar masuknya budaya yang berkembang di Jawa Barat. Sampai akhirnya Cirebon menjadi daerah yang merdeka, dipimpin oleh Walangsungsang putra Prabu Siliwangi. Kemudian mengalami masa kejayaan pada masa Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang merupakan keponakan langsung Walangsungsang. Cirebon akhirnya menjadi pusat Islamisasi di Jawa. Tempat mencari ilmu agama yang kemudian saat ini dikenal dengan Kota Wali.

Cirebon menciptakan perpaduan budaya antara nilai-nilai tradisional dengan modern yang tercermin dalam kehidupan budaya yang berlangsung di Cirebon. Tercatat dalam sejarah, Cirebon merupakan daerah yang dibangun oleh manusia yang berlatarbelakang budaya beragam seperti Sunda, Jawa, bahkan luar Jawa seperti India, China, Persia, Irak, Arab, dan berbagai daerah lainnya. (Ibnu Rusydi, 2014).

Cirebon lahir dari akulturasi budaya. Sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki wilayah ‘postmodernis’. Hal ini terlihat dengan adanya sikap dan perilaku masyarakat Cirebon yang terbuka, kreatif, dan memadukan beragam unsur budaya, serta memformulasikannya secara khas. Yang di kemudian hari menjadi kebudayaan Cirebon yang penuh nilai-nilai luhur.

Desentralisasi Budaya Cirebon

Namun, Cirebon sebagai daerah perbatasan Jawa dan Sunda, tentu memiliki berbagai pergulatan identitas budaya. Dengan kata lain, Cirebon sebagai minoritas harus berhadapan dengan Sunda persaingan yang terlalu kuat melakukan dominasi. Sejak berakhirnya pemerintahan orde baru, terjadi perubahan dinamika politik di Indonesia terutama politik lokal. Desentralisasi sebagai salahsatu prasyarat terciptanya iklim demokratis, seolah-olah menjadi momentum pergulatan lokal.

Menurut Davidson dan Henley, agenda pemekaran di berbagai wilayah yang didasari asumsi-asumsi identitas kedaerahan seperti yang terjadi di Banten, Papua, Riau, termasuk Cirebon, berlangsung kencang. Asumsi tersebut dibangun melalui sejarah, letak geografis, dan budaya.
Terbukti dalam sejarah, Cirebon memiliki banyak kontribusi dalam pembangunan daerah Jawa Barat. Cirebon menjadi wilayah yang berperan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Selain itu, letak geografis Cirebon yang strategis menjadikan daerah ini menjadi jalur utama perdagangan internasional.

Memudarnya Pusat Kebudayaan

Seiring berjalannya waktu, warna Cirebon kian lama makin memudar. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun tampak mengurangi perhatiannya. Hal ini dinilai oleh para pakar budaya, Cirebon mengalami ketidakberdayaan dalam mengembangkan daerahnya. Keinginan ini muncul dari pemimpin-pemimpin daerah wilayah Cirebon.

Namun, pemerintah Jawa Barat lebih terfokus membangun daerah Bandung sebagai budaya Sunda. Sampai akhirnya, selain menjadi pusat pemerintahan Jawa Barat, Bandung juga menjadi pusat industri budaya dan perdagangan. Kemudian akhirnya Cirebon menjadi wilayah yang tidak terlalu diutamakan dalam pembangunan daerah.

Karena faktor inilah, tidak bisa disalahkan jika berbagai elemen masyarakat Cirebon menginginkan pisah dari Provinsi Jawa Barat. Wacana Provinsi Cirebon di antaranya menghendaki agar daerah memiliki pembangunan yang terstruktur dengan baik dan bisa mengurus dirinya sendiri. Letak geografis Cirebon yang sangat strategis di pesisir pantai Utara Jawa, menjadi salahsatu alasan paling rasional yang mendasari gagasan tersebut.

Berbatasan langsung dengan Jawa Tengah, menjadikan Cirebon memiliki keanekaragaman yang unik. Sampai kemudian, kebudayaan Cirebon dan Sunda mengalami tarik-menarik yang cukup mengkhawatirkan. Nurdin M Noer, budayawan Cirebon mengatakan, Cirebon memiliki identitas budaya tersendiri. Bukan disebut Sunda dan tidak pula disebut Jawa. Jika orang Cirebon ditanya, mengapa tidak mau disebut sebagai orang Sunda atau Jawa, maka jawabannya adalah kebudayaan.

Identitas Budaya dan Pembangunan Cirebon

Budaya Cirebon memiliki karakter yang khas dan sangat berbeda dengan budaya Sunda. Ini bisa dilihat dari jenis kesenian, watak masyarakat, makanan, dan bahasa sebagai keunikan paling pokok. Akulturasi menciptakan kekayaan dalam khazanah kebudayaan Cirebon. Di sinilah identitas budaya tercipta dan perlu dikembangkan. Sampai saat ini, bukti peninggalan peradaban di Cirebon sangatlah banyak. Contohnya, masih ada keraton yang hidup dan berkembang seperti Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan.

Inilah potensi wisata budaya di Cirebon yang perlu terus dikembangkan dan didukung oleh pemerintah. Selain keraton, khazanah tradisi yang bercirikan simbol sangat banyak di Cirebon. Misalnya, sekadar contoh, tradisi mudun lemah, sedekah bumi, nadran, dan ngunjung buyut.

Dan yang utama, Cirebon tercatat sebagai pusat kebudayaan di Nusantara dengan bukti pentingnya adalah perdagangan di Pelabuhan Muara Jati. Inilah fakta yang mestinya dipertahankan. Cirebon menjadi pusat perdagangan sebagaimana beratus tahun lalu. Dengan kata lain, masyarakat Cirebon tidak terus-menerus merendahkan dirinya di hadapan segolongan pihak yang merasa superior.

*) Penulis adalah Jurnalis Kampus dan Mahasiswa Filsafat Agama IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *