Rumah Sakit Terbebani Permenkes, DPRD Kota Cirebon Minta Solusi Pemprov

  • Bagikan
Rumah Sakit Terbebani Permenkes, DPRD Kota Cirebon Minta Solusi Pemprov
Rumah Sakit terbebani Permenkes, DPRD Kota Cirebon minta solusi Pemprov. (Foto: Ist.)

Citrust.id – Kebijakan Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018 tentang lima kriteria pelayanan kegawatdaruratan yang dijamin Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menuai sorotan dari Ketua DPRD Kota Cirebon, Andrie Sulistio SE.

Ia menilai, aturan itu menimbulkan polemik di masyarakat dan membebani pembiayaan operasional rumah sakit daerah.

“Contohnya, pasien dengan suhu tubuh di bawah 39 derajat celcius dianggap tidak gawat darurat, sehingga tidak dilayani di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan tidak dijamin BPJS,” kata Andrie saat ditemui usai diskusi dengan jajaran direksi RSD Gunung Jati, Selasa (15/4/2025).

Meski terbentur regulasi, Andrie mengapresiasi kebijakan RSD Gunung Jati yang tetap melayani pasien tanpa diskriminasi.

“Alhamdulillah, RSD Gunung Jati tidak pernah menolak pasien, baik peserta mandiri maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI),” ujarnya.

Saat ini, rumah sakit tersebut tetap menerima pasien dari luar daerah. Namun, pelayanan penuh diberikan hanya kepada warga Kota Cirebon yang telah tercakup dalam program Universal Health Coverage (UHC), yaitu seluruh warganya terdaftar sebagai peserta PBI BPJS yang dibiayai melalui APBD.

“Pasien luar daerah tetap kami layani jika memenuhi kriteria kegawatdaruratan. Kalau tidak, mereka akan diperlakukan sebagai pasien umum,” tegas Andrie.

Namun, ia mengungkapkan kekhawatiran terkait potensi kerugian rumah sakit karena adanya pasien kategori false emergency.

“Dari hasil diskusi, ada kasus pasien luar daerah yang tidak termasuk gawat darurat, tetapi tetap dilayani. Nilainya bisa mencapai Rp140 juta per bulan. Dalam setahun bisa membengkak hingga Rp1,7 miliar,” ungkapnya.

Andrie menilai, kondisi itu bisa berdampak pada keuangan daerah. Ia berharap, Pemerintah Provinsi Jawa Barat turut mengambil peran dalam menyelesaikan masalah ini.

BACA JUGA:  DPRD Apresiasi Pencanangan Zona Integritas di KPU Kota Cirebon

“Kami berharap ada solusi jangka panjang. Dalam waktu dekat, saya berencana berkonsultasi ke Dinas Kesehatan Provinsi, bahkan bila memungkinkan berdiskusi langsung dengan Pak Gubernur,” tambahnya.

Direktur RSD Gunung Jati, dr Katibi MKM, menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap kriteria gawat darurat yang dijamin BPJS. Menurutnya, masih banyak pasien datang ke IGD dalam kondisi false emergency.

“Permenkes ini mengatur lima kriteria, yakni kondisi yang mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri atau lingkungan, gangguan jalan napas atau sirkulasi, penurunan kesadaran, dan gangguan hemodinamik. Jika tidak memenuhi itu, tidak ditanggung BPJS,” jelas Katibi.

Ia menambahkan, meskipun Permenkes telah diterbitkan sejak 2018, implementasi skema pembiayaan melalui BPJS baru berjalan efektif sejak Desember 2024. Rumah sakit pun masih menghadapi tantangan, termasuk piutang dari pemerintah daerah.

“Piutang kami dari pemerintah daerah luar Cirebon cukup besar. Ada yang sudah dibayar sebagian, tetapi banyak yang belum,” ungkapnya.

Pihak rumah sakit, lanjut Katibi, telah berupaya menagih melalui pasien dan keluarga, serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah asal pasien.

“Arahan dari BPK, kami diminta menagih melalui pemda tempat pasien berasal,” ujarnya.

Ia juga menyoroti rendahnya cakupan kepesertaan BPJS di luar Kota Cirebon. Akibatnya, pasien yang sakit dan tak mampu membayar akhirnya meninggalkan utang kepada rumah sakit.

“Prinsip kami tetap memberi pelayanan terbaik. Namun, kami juga berupaya meminimalkan piutang dengan meminta pembayaran melalui BPJS atau pihak keluarga,” pungkas Katibi.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *