CIREBON (CT) – Bagi sebagian masyarakat, menganggap limbah kayu, karet busa maupun kaleng drum sebagai barang yang tak bernilai. Namun, di tangan pengrajin di Desa Pangkalan, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, semua limbah yang mudah dicari dan didapat tersebut dimanfaatkan untuk membuat alat musik khas daerah sunda bernama Kening (istilah bahasa daerah) atau biasa disebut gamelan mini.

Kehadirannya, selain bernilai ekonomis juga sebagai bentuk pelestarian kesenian tradisional yang kini keberadaannya mulai tergeser oleh kesenian modern.

Adin (62) salah satu pengrajin Gamelan Mini mengatakan, seluruh limbah kayu, busa dan drum ia dapatkan dari sejumlah pengepul di Kawasan Pasar Kue, Plered. Untuk Kayu jenis Alba, Adin membeli seharga 300 ribu perkubiknya. Harga yang sangat murah, jika dibandingkan dengan Kayu Alba baru seharga 1,5 juta perkubiknya.

“Untuk busa dan kalengnya pun saya gunakan limbah, kalau drum itu bekas minyak sedangkan karetnya bekas pembuatan sandal,” ujar Adin yang ditemui di bengkel Gamelan miliknya.

Dengan ditemani tiga kerabatnya, proses pembuatan gamelan yang sudah ia tekuni sejak tahun 1980an hingga sekarang. Untuk proses pembuatannya, diawali dengan memotong dan membersihkan kayu-kayu limbah yang memiliki ketebalan 2 centimeter. dengan menggunakan mesin pemotong, proses pemotongan kayu untuk tiga jenis ukuran Gamelan kecil, sedang hingga besar tidak memakan waktu lama.

“Untuk pembuatan satu badan gamelan, hanya memakan waktu sekitar 10 sampai 20 menit, itu sudah termasuk penyerutan (pembersihan),” beber Adin.

Adin menambahkan, usai proses pemotongan dan pembentukan gamelan, tiga pekerja lainnya kemudian mulai berkreasi dengan membuat dan memasang busa serta plat yang akan menjadi ketukan bunyi gamelan. Pada pemasangan busa dan plat ini, para pengrajin wajib dan harus teliti, agar bunyi yang dihasilkan nyaring dan enak di dengar. masing-masing Gamelan, berisi 10 plat besi dari kaleng drum yang sudah dipotong sesuai dengan nadanya.

“Platnya di potong dari kecil sampai besar, untuk menghasilkan nada doremi yang pas,” tambahnya.

Tak ketinggalan, untuk mendapatkan kesan menarik, para pengrajin di Kampung Pengkolan ini mengecat badan Gamelan dengan sejumlah warna. Setelah pemberian warna selesai, barulah pengrajin mencoba ketukan Do-Re-Mi dari Gamelan untuk memastikan nada yang dihasilkan benar dan tepat.

“Setiap gamelan pasti dicoba nadanya, agar ketika dipasarkan tidak mengecewakan pembeli,” tegas Adin.

Harganya hanya 5 sampai 25 ribu, cukup murah untuk sebuah karya seni yang mulai terlupakan ini. Gamelan karya Warga Desa Pengkolan, Kecamatan Beber ini sudah dipasarkan hingga ke Jawa, Jakarta, Sumatra hingga ke Kalimantan. Jadi, bagi anda yang sudah memiliki Kening atau Gamelan Mini ini, bisa jadi merupakan hasil karya Warga Pengkolan. (CT-108)

Komentar