oleh

Warga Tolak Harga Tim Appraisal, Musyawarah UGR BIJB Deadlock

Majalengkatrust.com – Sejumlah warga blok Pilangkramat Desa Sukamulya Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, menolak harga pembebasan tanah Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB), yang hasil penilaian Tim Appraisal dalam musyawarah uang ganti rugi (UGR) di aula Kantor Kecamatan Kertajati, Jumat (23/12).

“Kami menolak karena cuma ditawarkan Rp 2 juta per bata, sedangkan kalau beli harganya 4 sampai 5 juta per bata, itu harga pasaran,” kata Tirta warga Sukamulya.

Kepala BPN Majalengka, Darmanto mengatakan kalau sudah musyawarah dan sepakat, hari Selasa 27 Desember 2016 akan dibayar ganti rugi lahan tersebut.

“Harga Tim Appraisal, untuk tanah Rp. 133 ribu per meter, bangunan semi permanen 300-400 ribuan per meter,” ungkap Darmanto.

Rencana yang akan diganti rugi, lanjut Darmanto, ada 19 bidang total yang dibayarkan Rp. 16,829 miliar, termasuk bangunan dan tanaman yang sudah dinilai oleh Tim Appraisal.

Ketua Tim Appraisal, Firman Azis mengatakan kalau data mendukung Tim Appraisal bisa merubah harga.

“Baru tahun ini pembebasan tanah BIJjB pakai UU nomor 2 tahun 2012, dulu pakai Keppres 65 hanya untuk tanah, sedangkan Dinas BMCK menentukan harga bangunan dan tanaman melalui SK Bupati Majalengka,” ungkap Firman Azis.

Firman Azis menambahkan, penilaian UGR BIJB dipertanggungjawabkan karena membelanjakan uang negara dan ada konsekuensi hukum. Dan di sisi lain, pihaknya harus melindungi hak-hak pemilik tanah, walaupun oleh pemilik tanah, Tim Appraisal secara hukum tidak bisa dituntut.

“Kami Tim Appraisal, dasarnya ada tiga hal penilaian, pertama keilmuan, kedua berdasarkan peraturan dan ketiga UU nomor 2 tahun 2012,” jelas Firman.

Masalah tanah, lanjut dia, ada kelemahan di negara kita dibandingkan negara lain. Transaksi tanah tidak terbuka dan tidak wajib melaporkan ke negara.

“Oleh karena itu kami kesulitan memperoleh data transaksi, kasihkan kami bukti-bukti transaksi, jika buktinya cuma kwitansi saya perlu verifikasi pihak penjual dan pembeli, jika bukti itu bukti setor pajak itu diakui secara hukum, tidak perlu verifikasi,” jelas Firman.

Sedangkan menyangkut bangunan, lanjut dia, kalau mengacu ke peraturan UU nomor 2 tahun 2012, dimana dikatakan sudah ditetapkan untuk kepentingan umum, maka tanah tersebut tidak boleh lagi ada jual beli dan tidak boleh lagi didirikan bangunan.

“Kami koordinasi dengan aparat penegak hukum, maka bangunan itu yang di sebut “rumah hantu” saya nilai,” jelas Firman.

Sementara karena tidak ada kesepakatan besaran Uang Ganti Rugi (UGR) antara warga dengan pihak pemerintah yang diwakili biro Asset Pemprov Jabar Diding Abidin, Kepala BPN Majalengka Darmanto, Kabag Tapem Pemkab Majalengka Gatot Sulaeman, Camat Kertajati Aminudin Amin, musyawarah UGR akan dilanjutkan tanggal 27 Desember 2016. (Abduh)

Komentar