oleh

Tradisi Nyiramkeun Pusaka Kerajaan Talaga Manggung Disambut Antusias

MAJALENGKA (CT) – Ribuan warga dari berbagai daerah di Majalengka bahkan luar Majalengka seperti Ciamis, Sumedang, Karawang, Bekasi, Cirebon, Kuningan, Cianjur dan lainnya menghadiri ritual Kirab Budaya dan Nyiramkeun (mencuci-red) benda-benda peninggalan Kerajaan Talaga Manggung di Museum Talaga Manggung, Senin (8/12).

Ketua Yayasan Talaga Manggung Raden Apun Hendra Cahyaningrat mengatakan acara ini dihadiri para kerabat dan keturunan Kerajaan Talaga Manggung dari Sumedang, Ciamis, Subang, Karawang, Bekasi, Jakarta, Cianjur dan lainnya.

“Intinya kita ingin mendekatkan silaturahmi dengan semua keturunan Talaga dan melestarikan warisan leluhur kita,” ujar Raden Apun.

Acara yang berlangsung sejak pukul 08.00 itu diawali dengan kirab atau pawai mengarak benda-benda pusaka Kerajaan Talaga Manggung seperti Kereta Simbar Kancana, pasukan bertombak, dan lainnya dengan berkeliling jalan-jalan protokol di Kecamatan Talaga yang disaksikan oleh ribuan warga yang menonton kemudian dilanjutkan dengan acara “Nyiramkeun” atau mencuci benda-benda pusaka Kerajaan.

Raden Apun mengatakan acara Nyiramkeun diawali pada 15 Desember dengan mengambil air dari 9 mata air yang terdapat di bekas wilayah Kerajaan Talaga Manggung.

Menurutnya, Nyiramkeun merupakan kegiatan membersihkan artefak peninggalan Kerajaan Talaga Manggung yang disimpan oleh keturunannya dengan air tumbukan bunga Mayang yang disimpan dalam sebuah bejana besar dan biasa dilakukan pada hari Senin sebelum tanggal 20 bulan Safar.

“Masuk islamnya Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umun terjadi di hari Senin bulan Safar dan meninggalnya Sunan Talaga Manggung pun terjadi di hari Senin bulan Safar,” ujarnya.

Ritual Nyiramkeun ini, menurutnya dimulai dengan mengambil air dengan wadah dari bambu kuning ke sembilan sumber mata air yang dianggap keramat yaitu air dari Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari dan Cicamas, Nunuk.

“Pengambilan air dilakukan oleh sesepuh atau tokoh adat pada awal bulan Safar, Bambu Kuning berisi air kemudian dibawa ke Museum Talaga Manggung untuk disatukan ke dalam satu kendi, kemudian dibacakan doa secara Islam,” jelasnya.

Dalam ritual Nyiramkeun air dari bambu kuning itu menurutnya disiramkan ke benda-benda pusaka, dimulai dari menyiramkan air ke arca Raden Panglurah, arca Simbar Kancana, pedang, gong dan benda pusaka lainnya.

Ketua Padepokan Talaga Manggung H. Tatan Hartono, BE, SH mengatakan tradisi Nyiramkeum pusaka Kerajaan Talaga Manggung merupakan tradisi adat yang telah mendapatkan pengakuan dan legitimasi adat dari masyarakat.

“Kami merangkul semua kalangan di wilayah selatan Majalengka mulai masyarakat biasa, pengusaha, pejabat pemerintahan, anggota DPRD, tokoh masyarakat dan tokoh agama,” ungkapnya.

Penanggungjawab acara sekaligus salah seorang keturunan Talaga Manggung, Rd. Juju Akung Juanda mengatakan bahwa ritual mencuci benda-benda pusaka ini bukan kegiatan musyik.

“Membersihkan alat atau perkakas ini sudah menjadi kebiasaan sehari-hari warga Talaga dan tidak ada hubungannya dengan klenik, doanya pun secara Islam,” jelas anggota DPRD Majalengka ini.

Menurutnya dengan memelihara tradisi leluhur dapat dimaknai sebagai usaha meneguhkan jati diri dan menggali potensi yang dimilik sejak dulu.
(CT-110)

Komentar