oleh

Supersekelumit

Oleh Dadang Kusnandar*)

TULISAN ini sifatnya super sekelumit, super sedikit dari sekelumit kisah perjuangan masyarakat Cirebon. Dokumen halaman 172 menuliskan: Komando Operasi Teritorial Brigade Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora.

Surat yang ditulis bertajuk Surat Keterangan Pengakuan. Ditulis di Jakarta 11 November 1964, menjelaskan bahwa Letkol (Inf.) Machmud Pasha, NRP 11906 dengan jabatan Perwira Operasi/ Asisten 2 Komando Brigade Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora.

Surat itu menerangkan bahwa AKBP Soelaeman Djajoesman beralamat di Jl. Senopati No. 16 B1, R-2A, Kebayoran Baru Jakarta ~sejak bulan Juli 1947 s/d tahun 1948 menjadi salah seorang pemimpin gerakan bawah tanah melawan Belanda di Cirebon.

Soelaeman Djajoesman senantiasa memberikan bantuan kepada pasukan yang bergerilya di daerah Cirebon. Bantuan itu berupa pemberian senjata api dan mesiu, obat-obatan, informasi tentang situasi dan kedudukan tentara Belanda, juga menyediakan penginapan/ perlindungan dan lain-lain jasa terhadap gerilyawan yang besar nilainya bagi gerakan/ operasi pasukan gerilya serta pemerintah RI.

Machmud Pasha, pejuang Cirebon yang namanya diterakan di Gedung Juang di Jl. dr. Cipto Mangunkusumo Cirebon membenarkan bahwa S.Djajoesman pada masa tersebut bekerja sebagai Kepala Polisi Kota Cirebon dari Kepolisian Federal melalui persetujuan dan atas permintaan pemimpin/ komandan pasukan gerilya di daerah Cirebon.

Dijelaskan juga selama bekerja sebagai Polisi Federal tetap memiliki jiwa nasionalis yang sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan dengan persetujuan dan atas permintaan serta perintah pemimpin/ komandan-komandan pasukan gerilya.

Selanjutnya Machmud Pasha menulis, “Kami dapat menerangkan demikian karena pada waktu itu menjadi komandan dari salah satu pasukan TNI di Cirebon. Apabila keterangan ini tidak benar, kami bersedia dengan penuh tanggung jawab menjalani segala tindakan yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia”.

Bangga membaca keterangan di atas. Bukan alang kepalang. TNI dan Polri sinergi dan bersatu melawan common enemy yakni pasukan Belanda. Tentu saja rakyat sipil pun melakukan hal yang sama. Bahwa satu sama lain saling menguatkan untuk menghalau musuh bersama.

Dokumen yang saya kutip dari “buku” Sekelumit Kisah Perjuangan Masyarakat Kotamadya Cirebon itu diakhiri dengan tulisan, “Mengetahui dan membenarkan bahwa penandatangan tersebut adalah Letkol. Inf. Machmud D. Pasha dari Staf Komando Brigade Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora”.

Paling bawah tertera, yang memberi keterangan Machmud D. Pasha Letkol Inf. 11906 dan Komandan tertanda Kol. Inf. Sabirin Mochtar, NRP 10523.

Supersekelumit kisah ini terbaca jelas pada halaman 172-173. Pertanyaannya adalah ke manakah kini harus menyusur kembali nama-nama besar di atas, prajurit TNI dan Polri yang telah membingkai sejarah perlawanan bersenjata di Cirebon?

Pertanyaan kedua, adakah keinginan kita bersama untuk mengenal serta mengenang perjuangan wong Cerbon ketika api peluru, kesumat, mesiu, darah, tangis dan do’a menyelimuti Cirebon ~untuk satu kalimat: Eksistensi Republik Indonesia.

Ketika wong Cerbon, baik TNI, Polri, politisi dan seluruh masyarakat bersatu padu, kompak mengusir kolonialisme yang mengharu biru.***

*) Bidang Infokom DHC Angkatan45 Kota Cirebon

Komentar