oleh

Sultan Sepuh Cirebon Setuju Konsep Full Day School, Sebut Pesantren Sebagai Percontohan

CIREBON (CT) – Wacana pembentukan full day school atau sekolah sehari penuh menuai pro kontra di masyarakat. Program yang digarap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu diapresiasi hingga dicaci.

Program ini memang didesain untuk memonitoring perkembangan anak di sekolah. Tak heran jika prototipe program ini lebih mengarah ke sekolah dasar hingga SMP. Nantinya, siswa akan belajar sehari penuh dari jam 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Namun program tersebut tak melulu siswa harus belajar secara kognisi, Kemendikbud menyatakan bahwa setelah sekolah setengah hari, siswa diminta melanjutkan ekstrakulikuler di sekolah, sehingga perkembangan pendidikan anak bisa dipantau dan meminimalisir kejadia seperti tawuran dan penyalahgunaan narkoba yang marak seusai plang sekolah.

Program ini sempat ditentang oleh banyak aktivis anak, karena hanya akan mengekang kehidupan sosial anak selain di sekolah. Namun, tak sedikit pula yang memuji sistem itu, termasuk Sultan Sepuh Cirebon, Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat.

Arief menilai, anak-anak butuh lingkungan yang bagus untuk mendidik dan melatih perkembangan kognisi dan sosial siswa. Dan sekolah, dianggap sebagai sarana paling tepat untuk itu, jika keterlibatan orangtua dalam mengasuh anak terhalang pekerjaan mereka.

“Jika setelah pulang sekolah anak-anak dibiarkan menonton televisi, bermain internet dan game tanpa pengawasan, tentu akan berbahaya,” kata Pangeran Arief.

Pangeran Arief lebih sepakat jika full day school diberlakukan bagi siswa taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD), karena anak pada usia itu sangat penting dibangun karakternya agar tidak “tercemar” oleh lingkungan yang kurang baik.

“Konsep full day school telah lama diberlakukan di lingkungan pesantren untuk membentuk karakter bagi para santri,” ujarnya. (Wilda)

Komentar