oleh

Sertifikasi dan Profesionalisme Dosen PTS

Oleh JAKA SULAKSANA

“Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”

Itulah bunyi dari PP No. 37 Tahun 2009 Pasal 2 Tentang Dosen dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasar hukum tersebut, seluruh dosen baik PTN maupun PTS diwajibkan untuk mengikuti program sertifikasi yang didalamnya berisikan prosedur penilaian terhadap kinerja dan kemampuan dasar dosen yang bersangkutan.

Kinerja dosen dinilai berdasarkan data diri dan portofolio, penilaian persepsional (diri sendiri, atasan, teman dan sejawat) dan deskripsi diri sedangkan kemampuan dasar yang disyaratkan adalah kemampuan bahasa inggris dan kemampuan potensi akademik.

Jika dosen yang disertifikasi memenuhi batas minimal dari persyaratan kemampuan dasar dan kinerja, maka ia dinyatakan lulus sertifikasi serta berhak mendapatkan sertifikat pendidik nasional berikut tunjangan profesi yang menyertainya.

Tujuan diadakannya sertifikasi dosen (serdos) oleh pemerintah adalah:

1) Menilai profesionalisme dosen guna menentukan kelayakan dosen dalam menjalankan tugas;

2) Melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di perguruan tinggi;

3) Meningkatkan proses dan hasil pendidikan;

4) Mempercepat terwujudnya tujuan pembangunan nasional;

5) Meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajiban menjunjung tinggi kejujuran dan etika akademik terutama larangan melakukan plagiasi.

Seperti halnya para guru, sertifikasi juga menjadi impian dan harapan bagi para dosen di seluruh perguruan tinggi. Tunjangan profesi yang diberikan (sebesar satu kali gaji pokok PNS sesuai pangkat dan golongan setelah disesuaikan atau inpassing) bagi yang lulus serdos tentu menjadi salah satu motivasi bagi setiap dosen terutama bagi dosen-dosen di perguruan tinggi swasta (PTS).

Mengapa demikian? Ada beberapa hal yang menyebabkan sertifikasi dosen terasa spesial bagi dosen-dosen di PTS.

Pertama, sudah rahasia umum jika sebagian besar PTS yang merupakan perguruan tinggi bentukan masyarakat memiliki keterbatasan di dalam menyediakan kesejehteraan dan fasilitas bagi dosen dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Mereka hanya mengandalkan dana yang dikumpulkan dari para mahasiswa dan sumber-sumber lain yang diperbolehkan secara hukum. Berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mendapatkan suntikan dana rutin dari anggaran pemerintah pusat. Tentu tidak semua PTS berada dalam keterbatasan, terdapat beberapa PTS yang memiliki keunggulan di banding PTS lain bahkan jika dibandingkan dengan PTN, akan tetapi sebagian besar PTS mengalami hal dan keterbatasan yang sama, sehingga dengan adanya tunjangan serdos merupakan angin segar bagi para dosen PTS untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya.

Hal yang perlu digaris bawahi adalah banyaknya dosen PTS yang disertifikasi, semestinya bukan malah menyurutkan usaha perguruan tinggi swasta untuk meningkatkan kesejahteraan dosennya, akan tetapi mesti berjalan secara simultan bersamaan sehingga kesejahteraan dosen PTS setara dengan dosen PTN.

Kedua, sertifikasi dosen menjadi instrumen pengakuan resmi akan profesi pendidik yang sesungguhnya bagi dosen PTS yang kadangkala status dan profesinya masih dipandang sebelah mata di masyarakat.

Masyarakat masih suka membanding-bandingkan antara dosen PTS dengan dosen PTN, dan selalu menganggap dosen PTS dalam posisi yang “minor”. Padahal, sudah banyak bukti jika banyak dosen PTS yang ternyata memiliki prestasi melebihi prestasi dari dosen PTN, baik dalam bidang pengajaran, penelitian ataupun pengabdian. Jika perbandingannya adalah kinerja riset, di dalam SINTA (portal hasil riset yang dimiliki Dikti) ternyata terdapat beberapa dosen PTS yang memiliki skor kinerja riset di puncak melebihi dosen-dosen PTN. Jadi sangat pantas dan membanggakan kiranya, jika dosen-dosen PTS mendapat program sertifikasi.

Dari dua alasan di atas terlihat jelas benang merah antara program sertifikasi dosen, dan dampaknya bagi peningkatan profesionalisme dosen-dosen PTS. Mereka yang selama ini telah mengabdi terhadap masyarakat, sudah sepantasnya mendapat “kue” yang sama dengan dosen-dosen di PTN. Penghargaan atau reward yang diberikan semestinya akan menjadi daya dorong atau tolakan yang lebih kuat bagi para dosen PTS untuk meningkatkan karya-karyanya bagi bangsa dan negara. Sertifikasi dosen hanyalah salah satu fasilitas atau “kue” APBN, ada fasilitas lain yang dapat diakses oleh dosen PTS yaitu di antaranya seleksi hibah riset dan pengabdian pada masyarakat yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan.

Harapannya adalah tunjangan profesi yang diberikan dapat menstimulasi dosen-dosen PTS untuk mencoba lebih jauh lagi berlomba mendaftar dan lolos seleksi pendanaan riset dan pengabdian oleh Dikti. Jika hal ini terjadi, maka tujuan pendidikan nasional tentunya akan lebih cepat tercapai. []

*Wakil Dekan I Faperta Universitas Majalengka.

Komentar