oleh

Ribuan Santri dan Ulama Gelar Aksi Damai Tolak Full Days School

Majalengkatrust.com – Kurang lebih 2000 santri dan ulama di Kabupaten Majalengka menggelar aksi damai, menolak Full Days School di Lapangan Alun-alun Kab. Majalengka, Jalan Ahmad Yani Kab. Majalengka, Rabu (06/09).

Aksi Damai Menolak Full Days School diselenggarakan oleh Forum Aksi Damai Kab. Majalengka, yang terdiri dari PCNU, ANSOR, PMII, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama), IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama), PUI (Persatuan Umat Islam), PERSIS, Pondok Pesantren SeKabupaten Majalengka dan Madrasah se-Kabupaten Majalengka.

Dalam aksinya, massa menuntut pemerintah pusat segera membatalkan Pemendikbud No 23 tahun 2017 tentang hari sekolah atau Full Day School, mengajak seluruh elemen masyarakat Majalengka untuk bersama-sama berdoa agar pemerintah membatalkan Permendikbud No 23 tahun 2017.

“Jika tuntutan ini tidak terpenuhi, maka kami akan datang ke Jakarta untuk berunjuk rasa,” kata salah seorang orator demo.

Hadir dalam aksi damai, KH Harun Bajuri (Ketua Tanfidziyah PCNU), KH Karim (Rais Syuriah PCNU Majalengka), KH Otong (Pengasuh Pondok Pesantren), Dadan Liwaulhamdi, S. Pdi (Ketua Pemuda PUI Majalengka), Drs. Aep Saefulloh (Ketua PCNU Majalengka), Hamdan Mubarok (Ketua PERSIS Majalengka), Cece Aspiadi (Ketua GP Anshor Majalengka), Kyai H Marsono (Ketua Ponpes Cisambeng), H Mudafir (Ketua Forum Pengajian Dinniyah) dan KH Sarkosi Subki (Dewan Pembina MUI Majalengka).

Aksi damai diawali pembukaan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Istigosah dan penyampaian aspirasi serta pernyataan sikap dari perwakilan organisasi.

KH Harun Bajuri (Ketua Tanfidziyah PCNU Majalengka) mengatakan, dengan terbitnya Permendikbud No 23 tahun 2017, menimbulkan kekhawatiran di lembaga pendidikan terutama Madrasah dan Pondok Pesantren, karena berkaitan dengan pendidikan pengembangan karakter serta dapat menggangu lembaga-lembaga pendidikan yang benar-benar menjadi lembaga pendidikan pengembangan karakter, yaitu pendidikan Madrasah dan Pesantren.

“Pendidikan Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan Paling fundamental, karena berperan penting dalam pengembangan karakter sejak dini. Ketika terbitnya peraturan Mendikbud akan berakibat hancurnya lembaga yang khusus mengembangkan karakter, seperti Pondok Pesantren,” ungkap dia dalam orasinya.

Dikatakan dia, pihaknya menolak dengan tegas agar mencabut Permendikbud No 23 dan segara menghentikan proses Full Day School, sehingga perjalanan pendidikan Diniyah akan berlanjut.

“Mengajukan permohonan kepada pemangku kebijakan yaitu Presiden, karena dengan terbitnya Permendikbud tersebut tidak sesuai dengan program nawacita yang dikeluarkan oleh presiden, yang salah satunya membangun pengembangan karakter,” jelas dia.

Sementara H. Aep Saefulloh (Ketua PCNU Majalengka) mengatakan, pihaknya peduli terhadap lembaga pendidikan pengembangan karakter yaitu Ponpes dan Madrasah, dan menyerukan kepada pemerintah agar mencabut Permendikbud No 23 tahun 2017.

Hal senada dikatakan Mudafir S. Ag (Ketua Forum Mengaji Dinniyah Majalengka), menolak kebijakan Full Day School karena ini dapat menghilangkan antusias pelajar untuk belajar agama di Madrasah atau yang berada di pondok pesantren, karena itu tidak perlu Full Day School.

Kemudian H Cece Aspiadi (Ketua GP Anshor Majalengka) mengatakan, tidak perlu program Full Day School karena itu bukan pendidikan karakter, Madrasah Dinniyah adalah warisan dari ulama yang harus dipertahankan.

Senada diungkapkan KH. Didin Misbahudin (Ketua Ikatan Santri Majalengka), Full Day School telah mengusik para santri yang seolah-olah Pesantren dan Madrasah ingin menjadi lembaga pendidikan kelas dua, padahal para santri mempunyai peran penting dalam perjalanan sejarah negeri ini.

“Full Day School akan menimbulkan dan menumbuhkan paham radikal, karena dengan program tersebut pengetahuan tentang agama akan berkurang,” tukas dia. (Abduh)

Komentar