oleh

Relasi Kreativitas dan Akhlak

Oleh AGUK IRAWAN

MASIH soal kreativitas. Bagi ibnu Arabi, jalan spiritualitas tak bisa dipisahkan dari kreativitas dan akhlak. Kenapa? Karena kita ini bukan makhluk dongeng. Kita adalah makhluk bumi yang punya tanggung jawab, tidak saja sebagai individu, tetapi juga sebagai makhluk sosial. Itulah sebabnya manusia disebut sebagai khalifah.

Term khalifah ini menurut Ibnu Arabi dalam Futuhatnya, menempatkan manusia sebagai titik kulminasi dalam perjalanan ruhaninya, dan ia berkedudukan sebagai poros, sekaligus lokus dari perjalanan semesta. Ia semacam wasitha atau mir’ah; cermin yang yang menjadi perantara antara Allah dan mahluknya. Maka sifat khalifah ini tak bisa dipisahkan dari takhaluq yaitu menyerap nous Tuhan yang berupa potensial menjadi akhlak mulia yang aktual. (Juz 2. 267)

Dengan kata lain, tingkat kematangan spiritual itu berbanding lurus dengan akhlaknya. Dari sini pula kita bisa bercermin, jika kita ini bagian dari manusia yang temperamental, pendendam dan pembenci, itu berarti level spiritual kita masih di titik rendah.

Mungkin kita bertanya, kenapa akhlak menjadi ukuran spiritual? Mungkin lantaran kita ini adalah makhluk yang terdiri dari berbagai gumpalan; tubuh, jiwa, roh, tanah, air, daging, impian, amarah, ambisi, fantasi, rasa kurang, bangga, dan hasrat diri untuk jadi apapun. Singkatnya sebab kita menyimpan kekuatan otot; sufla dan juga daya ledak nafsu, maka akhlak disitulah sebuah wujud berhasil tidaknya perjuangan diri dan spiritual.

Akhlak ini pula yang dibentangkan Ibnu Arabi dalam konsep insan al-kamilnya, hingga ia berhenti pada sebauh kesimpulan bahwa akhlak mulia adalah wujud penampakan nous Tuhan yang paling nyata di semesta ini. Karena manusia yang memilikinya mampu menyerap asma dan sifat Tuhan. Kemampuannya tersebut disebabkan karena Tuhan menjadikan manusia menurut shurahnya dalam bentuk potensialitas khalifah. Wallahu’alam bishawab.

15 Juli 2018, perjalanan kerata Fajar Utama menuju Yogya.

Komentar