oleh

Refleksi Hari Anak Nasional

Oleh: Lulu Nugroho
(Muslimah Pengemban Dakwah dan Penulis dari Cirebon)

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,  Hari Anak Nasional (HAN) kali ini berada di tengah pandemi, tanpa kemeriahan dan seremonial. Namun demikian, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tetap merayakannya, dengan menggelar rangkaian webinar untuk memeringati Hari Anak Nasional 2020.(Bobo.grid.id, 17/6/2020).

Webinar ini diperuntukkan untuk menjawab pola kehidupan anak-anak di tengah era new normal yang mulai diterapkan pemerintah. Tentunya ada banyak sekali perubahan pada kehidupan anak-anak, misalnya, perubahan sistem sekolah yang sekarang diterapkan dengan cara belajar dari rumah, sementara tidak semua anak Indonesia mampu mengakses internet.

Hal ini tentu perlu segera dicarikan solusi, sebagaimana disebutkan dalam laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (Kemenpppa.go.id), bahwa seluruh pilar masyarakat diminta untuk peduli dan memastikan hal terbaik bagi tumbuh kembang anak, tanpa diskriminasi. Sebab proses pencerdasan generasi, tidak berhenti saat terjadi pandemi.

Bahkan kadang kala kita lupa, bahwa anak-anak adalah calon pemimpin bangsa. Di pundak merekalah beban kebangkitan umat diletakkan. Apalagi melihat besarnya jumlah anak Indonesia yaitu 79,55 juta (Profil Anak Indonesia 2019-Kemenpppa.go.id).tentu jika dikelola secara benar, akan mengantarkan mereka menjadi aktor perubahan.

Maka meski sebagian besar waktu dihabiskan di rumah, akan tetapi peluang untuk melejitkan potensi mereka tetap harus dikerjakan. Demi menghasilkan karya luar biasa, generasi beriman, cerdas dan berakhlak mulia. Sesuai tema HAN 2020 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan tagline #AnakIndonesiaGembiradiRumah.

Masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama, baik itu keluarga, masyarakat dan negara, membentuk anak-anak bangsa menjadi generasi berkualitas. Apalagi masih banyak masalah berkelindan di seputar kehidupan anak-anak, misalnya kasus stunting. Di Kabupaten Cirebon masih cukup tinggi, sebesar 7.9% dari 174.000 balita mengalami stunting. Data tersebut disampaikan Enny Suhaeni, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon. (Aisyiah.or.id, 19/2/2020)

Kerusakan sistem pun berimbas pada anak-anak. Di tengah wabah bermunculan keluarga terdampak, akibat terkena PHK (pemutusan hubungan kerja). Finansial keluarga menjadi sulit, akibatnya bangunan keluarga menjadi goyah. Anak-anak terkena impak. Apalagi selama pandemi Covid-19, angka perceraian di Kabupaten Cirebon periode Januari sampai Juni 2020 mencapai 3.404 perkara. (Fajarsatu.com, 7/7/2020)

Tidak hanya itu, keamanan anak-anak pun masih belum sepenuhnya terjamin. Akibat tayangan porno dan kehidupan bebas yang masuk tanpa kendali melalui gawai dan media sosial, kasus pelecehan seksual kini mengenai mereka, bahkan dilakukan orang terdekat. Sebagaimana terjadi pada bocah A usia lima tahun asal Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diperkosa tetangganya sendiri. (Kompas.id, 17/6/2020)

Karenanya perlu upaya menyeluruh dan sistemik, berasaskan akidah yang sahih untuk melindungi anak-anak bangsa di seluruh lini kehidupan mereka. Memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia kecil ini, sebagaimana kewajiban penguasa kepada umat. Sebab anak merupakan aset yang sangat penting, generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Mereka kelak akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu mendapat perlindungan dan perhatian sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat. Harapannya adalah Cirebon tidak hanya menjadi Kota Layak Anak, akan tetapi Bumi Pertiwi ini menjadi negeri yang layak bagi anak-anak. Wallahu ‘alam bish showab. (*)

Komentar