oleh

Politik Arogansi Tanpa Ideologi

Oleh: Kris Herwandi

TEORI ideologi adalah sebuah perjalanan panjang sesudah Marxisme. Bertolak dari gagasan Marx tentang ideologi sebagai kesadaran palsu, teori ideologi berjalan pelan namun pasti meninggalkan kesadaran. Tetapi, ideologi menurut Gramci bukan kesadaran palsu, melainkan parsial. Hingga saat ini debat itu terus berlanjut dikalangan pemikir kontemporer.

Berbekal psikonalisa Lacan, Althusser merumuskan mekanisme ideologi yang lebih halus ketimbang hegemoni. Dengan bekal yang sama, Zizek pun merumuskan ideologi sebagai kesadaran palsu tempat pelarian dari realitas itu sendiri. Dan Faucault melanjutkan teori ideologi dengan menekankan betapa realitas sosial diatur oleh sebuah rezim diskurtif yang berkerja untuk menyembuhkan kebenaran, melainkan memproduksinya.

Tak ingin terjebak dangan berbagai presfektif, tetapi,melalui analisa inilah benang merah dapat menjerat realitas, betapa  rezim kekuasaan dapat memproduksi kebenaran dengan logika arogansinya. Ini bahaya? tentu iya, karena logika arogansi yang muncul saat ini telah berbuah kebijakan yang tak bisa diuji ulang oleh publik. Dalam hal ini, demokrasi telah tewas, ia membeku pada lembaga yang diisi dan dihasilkan oleh demokrasi.

Sebagai contoh: Rencana pembangunan sekretariat kota Cirebon yang  akan mengahabiskan anggaran sebesar 80 milyar, dengan bangunan setinggi 8 lantai. Angka dan bangunan yang sungguh fantastis. Lalu ketika ditanya, Hei pak, kenapa membangun gedung itu sampai menghabiskan uang 80 milyar, dan apa urgencynya?  Wakil wali kota Cirebon menjawab; “Iya dibangun aja dulu, baru diprotes, dibangun saja belum ko diprotes”. Dan DPRD kota Cirebon menjawab; “Saya angota dewan baru, tak tahu, itu kebijakan dewan lama”, Apakah dari pertanyaan itu sesuai dengan jawaban, alias nyambung? Tidak, Apa lagi masuk diakal, nyambung aja ngga! Inilah yang disebut dengan politik arogansi. Dan jika boleh berasumsi, jangan harap ada pertengkaran ideologis didalam pemerintahan dan DPRD, karena disana itu ternyata kosong melompong ideologi.

Melalui jalan pikiran inilah, kita berasumsi bahwa suasana demokrasi yang seharusnya menghidupkan daya kritisisme telah membeku oleh pemangku kekuasaan. Kenapa, ada gagasan yang tak bisa di uji ulang oleh publik, bahwa itu baik atau tidak, utama atau tidak, dan untuk kepentingan publik atau bukan, yaitu rencana kebijakan pemerintah. Ada aroma fasisime dalam pemerintahan, begitu juga dengan DPR-D, yang tak bisa menunjukan wacana kontra dengan pemerintah, padahal itulah tugasnya.

Tetapi, melalui teorisasi semua dapat di bongkar secara radikal. Oleh seabab itu teori kesadaran Palsu dapat menjadi pijakannya. Teori kesadaran palsu, dimana suatu masyarakat menjalankan keseharian hidupnya tanpa menyadari bahwa ia sedang menjalankan sistem yang dibuat oleh kekuasaan, seperti peraturan daerah maupun kebijakan lainnya. Walaupun kekuasaan itu tanpa akal sehat, tanpa kendali, dan cenderung arogansi.

Karenatidak ada masyarakat yang dengan sukarela mau diperas, kecuali dia tidak menyadarinya. Banyak orang yang tidak sadar sedang diperas karena mereka percaya begitulah seharusnya hidup.Dan kini  publik sedang diperas, karena kita secara sadar terus membayar pajak sebagai kewajibanmelalui kontrak sebagai warga dan negara. Tetapi, pajak yang dibayarkan tidak mengutamakan  kepentingan publik. Inilah keterangan ekplisit dari teori kesadaran palsu.

Lalu bagaimana cara mengkostruksi  agar  masyarakat  menyadari bahawa dia sedang diperas? Marx merujuk pada ideologi. Disini, ideologi melibatkan pemahaman tentang bagaimana realitas dan konsepsi tentang realitas itu sendiri eksis dalam posisi yang berlawanan dengan situasi sebenarnya. Dengan demikian ideologi mencoba untuk membongkar realitas sosial.

Ideologi adalah suatu konsep teoritis dan kategori epistemologis yang dirancang untuk mengkonseptualisasikan bentuk pemikiran tertentu. Pengertian ideologi Marx menekankan realitas materi sebagai titik tolak dari ilmu pengetahuan, tapi realitas materi itu juga dipahami sebagai sejarah yang dibuat oleh manusia sehingga mudah diubah dengan aktivitas manusia itu sendiri.

Untuk itu, sanksi politik masa depan harus menyala sebagai lampu kuning. Bahwa dalam pemilihan berikutnya, pemerintahan dan DPRD yang kosong melompong ideologi mesti disingkirkan, jangan dipilih kermbali. Dan tugas kita adalah  mengedarkan kesadaran politik untuk publik. Karena hanya dengan cara itu kita menghindari politik arogansi dimasa depan. Dalam politik arogansi yang kosong argumentasi, solusi  kongkritnya adalah politik ideologi sebagai basis epistemologi dan praktek.

Mahasiswa Fisip Unswagati, Aktivis BASIS, Ketua komunitas Dialog

Email: herwandikris@yahoo.com

 

 

 

Komentar