oleh

Politik 2018-2019 : Sebuah Jalan Menuju Kekuasaan (7)

Oleh : Bintang Irianto

Situasi pasangan meuju pilpres semakin gencar saja, dimana hitungan-hitungan politik untuk menuju kursi RI 1 pada tahun 2019 semakin terus mengerucut dari koalisi partai sampai dengan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, artinya bahwa lompatan-lompatan pada setiap ruang geraknya sangat dinamis sekali. Apakah hal itu sudah terpatri sebelumnya, dimana putaran-putaran politik sebelumnya mempengaruhi, atau memang ini hanya pertarungan lama yang sudah tergariskan sebelumnya sehingga partai-partai yang memang secara figur tidak mempunyai calon tinggal melakukan negosiasi politik agar bisa menjadi barisan pendukung? atau mungkin lebih dari itu bukan saja politik kepentingan pada kekuasaan yang melatarbelakanginya akan tetapi juga pada situasi kondisi sosial-politik dan ekonomi (ekpol) yang secara jelas akan menjadi paling penting dari kekuasaan kursi itu sendiri.

Atau mungkin sebuah pertarungan kekuasaan masa lampau yang sudah mempunyai kekuasaan sebelumnya dimana ruang ekonomi-politik ini sudah mendominasi, sehingga ketika kekuasaan sudah didapatkannya maka kue-kue pembangunan yang direalisasikan dalam kebijakan bisa dipertahankan atau memang bisa lebih membesarkan peran ekonominya. Menurut penulis, persoalan-persoalan ruang kekuasaan, ruang ekonomi dan ruang sosial yang menjadi basis pendorongnya merupakan mata rantai yang tidak bisa putus dalam arena perebutan kekuasaan pilpres pada tahun 2019.

Lantas yang kemudian akan maju ini siapa mewakili siapa, atau siapa untuk siapa, karena bila ditarik lagi kepada sejarah kekuasaan sebelumnya di negeri ini terdapat arus utama yang mewakili pada kekuasaan partai-partai sehingga dalam mendorong siapa yang akan berkuasa maka arus utama ini masuk dalam arena pertarungan tersebut. Sedangkan, barisan politik yang mendukungnya adalah bagian dari percaturan yang ikut dalam garis politik yang sudah terbentuk sebelumnya, sehingga kita dapat melihat setiap partai yang masuk dalam pemilu 2019 akan terlihat garis kesinambungannya pada pilpres 2019 atau kalau bisa dikatakan akan lebih jelas siapa akan mendukung siapa, dan partai mana akan mendukung calon siapa.

Nah, bila kita melihat proses yang lebih jelas berkaitan dengan skema adanya dua poros besar yang secara lebih detail telah meyiapkan pencalonannya dan tinggal merapikan barisan pendukunya, sebenarnya menjadi tidak menarik dalam dinamika politik yang terus akan mengencang menjelang 2019. Maka dibutuhkan munculnya poros ketiga, dimana poros ini akan melenturkan serta memberikan ruang lain dari dinamisasi politik kedepannya atau juga menjadi salah satu figur baru dalam poros baru yang lebih menawarkan kerenggangan terhadap kerasnya dua kutub atau poros yang sudah saling menyiapkan serangan dan pertahanan masing-masing.

Cawapres Dalam Dua Poros

Menurut beberapa wacana yang muncul maka dua poros yang sudah memunculkan diri adalah poros Jokowi dan Poros Prabowo, maka yang menjadi pertimbangan adalah siapa yang akan mendampingi kedua poros tersebut. Ada beberapa nama yang sebenarnya sudah penulis jelaskan di tulisan yang lalu tentang siapa akan berdampingan dengan siapa, bila dilihat data beberapa nama yang akan mendampingi Jokowi ada lima nama yang akan mendampingi dari hasil Survey yang dilakukan oleh PolCOMM Institute.

Nama Agus Harimurti Yudhoyono yang mencapai 24,08%, Zulkifli Hasan yang mendapatkan 20,08 %, Gatot Nurmantyo 18,92 %, Muhaimin Iskandar 10, 33% dan Puan Maharani 6,83%. Sementara Survey yang dilakukan oleh lembaga yang sama ini berkaitan dengan calon yang akan mendampingi Prabowo adalah Gatot Nurmantyo 21,83%, Zulkifli Hasan 18,50%, Agus Harimurti 15,50%, Anis Bawesdan 10,83% dan Muhaimin Iskandar 10,42%. Ini beberapa nama yang kemudian dipasangkan dengan Jokowi atau Prabowo, ada nama yang sama juga ada yang baru dalam survey ini, untuk nama yang baru di Jokowi munculnya Puan Maharani karena secara politik mempunyai usur kesamaan politik dari PDI-P, sedangkan nama baru yang muncul di Kubu Prabowo yaitu Anies Bawesdan yang secara politik juga mempunyai kedekatan dengan Ketum Gerindra ini, sedangkan Survey PolCOMM lebih mengedepankan nama-nama yang sama untuk di masukan kedalam poros pertama dan poros kedua, adapun nama-nama yang telah disebut tadi yaitu Agus Harimurti, Gatot Nurmantyo, Zulkifli Hasan, dan Muhaimin Iskandar.

Sedangkan PolCOMM juga memunculkan beberapa nama selain dua poros ini, yaitu poros ketiga, dalam poros baru ini ada beberapa nama yang muncul untuk bisa menjadi Capres dalam surveynya yaitu Agus Harimurti mendapatkan 21,00%, Zulkifli Hasan 15,33%, Gatot Nurmantyo 12,33%, Mahfud MD 10,25%, dan Muhaimin Iskandar 9,42%. Sedangkan Wapres yang akan berpasangan dengan poros ketiga adalah Agus Harimurti Yudhoyono 19,25%, Gatot Nurmantyo 17,17%, Muhaimin Iskandar 9,75% dan Yusril Ihza Mahendra 8,33%. Ini beberapa data yang telah dimunculkan oleh Lembaga Survey PolCOMM Institute.

Penulis mencoba memunculkan data ini, karena memang berkaitan dengan poros ketiga serta beberapa pasangan survey yang muncul Lembaga PolCOMM lebih berani untuk memunculkan skema poros ketiga ini, akan tetapi penulis masih berfikir bahwa ada beberapa nama yang menurut penulis masih perlu dipertimbangkan andai melihat tulisan-tulisan yang kemarin. Dalam Catatan penulis kali ini nama yang masih tetap untuk menjadi muncul dalam proses politik kedepan adalah Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, nama ketiga ini selalu masuk dalam semua persepsi para pemerhati politik dan lembaga-lembaga survey lainya sebagai penyeimbang data yang sudah muncul sebelumnya, karena ini adalah prediksi dan analisa maka semua prosesnya bisa mengarah menurut survey atau memang berbeda, akan tetapi akan munculnya sebuah poros ketiga menjadi sebuah keharusan yang perlu dimunculkan.

Poros Ketiga Dengan Wajah Muda

Poros baru ini sangat dinantikan sebenarnya untuk menjadi satu kekuatan yang paling tidak menawarkan fikiran-fikiran politik yang lebih baru serta memberikan warna baru bagi perkembangan demokrasi politik pada tahun 2019 ini, karena dengan munculnya poros baru tersebut setidaknya pemahaman yang sudah tergariskan kepada dua poros yang akan dan sudah siap bertarung ini akan mengendor, karena dengan poros baru ini atau poros ketiga yang diinginkan muncul lebih memberikan fikiran-fikiran yang lebih dinamis sehingga bisa menjadikan kekuatan alternatif.

Poros baru ini tentunya merupakan tokoh yang sudah mempunyai kekuatan secara partai juga mempunyai kekuatan basis masa, paling tidak bila kemudian kekuatan partai yang menjadi pendukungnya maka secara tingkat populeritas dan elektabilitas memang partai yang masuk dalam hitungan lima besar di tahun 2019. Selain itu, kekuatan tokoh ini lebih mendominasi ditingkat anak muda, sehingga bisa memberikan ruang tersendiri secara politik bagi anak-anak muda yang secara prosentase pemilih sangat banyak, apalagi bagi pemilih baru yang tahun 2019 sudah mulai bisa memilih.

Poros ketiga yang dimunculkan juga merupakan kekuatan yang lebih bisa menawarkan fikiran-fikiran berkaitan dengan isu-isu kedepan negara ini dengan berbagai problem-problem yang siap menghadangnya, seperti isu tentang milenia, isu tentang teknologi, isu tentang lingkungan, isu tentang lapangan kerja, isu tentang pendidikan, isu tentang pergaulan global dan serta banyak lainnya untuk menawarkan terobosan-terobosan baru dengan wacana-wacana program-program yang tentunya berbeda dengan tawaran dua poros sebelumnya. Sehingga, wacana-wacana yang muncul akan semakin dinamis dan tidak monoton terhadap program-program yang biasa dari waktu pemilu ke pemilu lainnya cuma seperti itu saja tawarannya sehingga bagi masyarakat isu-isu yang sudah ditawarkan dari pemilu-pemilu yang lalu sudah tidak menarik bagi perkembangan kedepannya dalam membangun bangsa ini.

Seperti penulis telah jelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya bahwa wacana yang muncul pada politik kali ini juga belum melepaskan dirinya pada tiga jargon sebelumnya yaitu nasionalis, agamis, dan tokoh militer. Pada dua poros proses itu menguat, maka untuk poros ketiga wacana ini juga bisa menjadi jargon yang dipakai untuk bisa menyatukan kekuatan, akan tetapi pada skema poros ketiga ini diinginkan adalah munculnya generasi muda yang secara wajah politik merupakan perwakilan dari arus muda perubahan yang lebih menjanjikan fikiran-fikiran yang cemerlang dan segar untuk bisa membangun bangsa ini.

Tokoh poros ketiga ini tentunya juga mewakili beberapa kelompok yang bisa dijadikan sebagai slogan bagi menata barisan yang akan menjadi pendukungnya, tentunya bukan saja barisan partai akan tetapi barisan kelompok-kelompok non-partai yang tentunya juga mempunyai fikiran-fikiran yang sama dalam konsep perubahan tersebut. Melihat hal demikian, maka tawaran-tawaran yang lebih dimunculkan adalah program-program perubahan yang menjadi wancana penggerak bagi mewakili kelompok muda, karena dengan tawaran-tawaran perubahan yang menggunakan cara berfikir anak muda akan menjadikan ruang tersendiri bagi generasi muda yang gandrung akan perubahan.

Tentunya juga, poros ketiga yang diharapkan muncul ini merupakan tokoh-tokoh yang memang masih dianggap mewakili “generasi muda” yang lebih mengedepankan keinginan suasana yang lebih baru dengan optimisme demokrasi yang lebih baru dan segar tanpa harus kemudian lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan masa lalu. Maka diharapkan poros ketiga yang muncul ini juga mewakili kelompok-kelompok keagamaan, kelompok pergerakan, kelompok yang gandrung akan perubahan, kelompok yang menjadikan pergaulan global ini menjadi pergaulan mendunia dengan menjadikan trend politik milenia menjadi cara pandang dalam proses perubahan Indonesia kedepannya. Wallahu A’lam Bishawab

Komentar