oleh

Polisi dan Pemda Didesak Pidanakan Bangunan Langgar GSS

JAKARTA (CT) – Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menilai polisi dan pemerintahan daerah (Pemda) lemah menegakan hukum pelanggar garis sepadan sungai (GSS). Untuk itu, keduanya didesak agar segera mempidanakan mereka selaku para pemilik bangunan. Pasalnya, kegiatan itu telah menghambat program konservasi air yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

“Maraknya praktik pembangunan gedung dan bangunan usaha maupun tempat tinggal yang melanggar GSS dinilai karena masih lemahnya penegakan aturan selama ini,” ungkap Mudjiadi, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (PU) kepada CT dalam acara Sarasehan Refleksi Satu Dasawarsa Implementasi Undang-undang Nomor 7 tahun 2004, tentang Sumber Daya Air di Jakarta, Senin (8/12).

Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dari aparatur pemerintah dan polisi dalam penegakan aturan. Jika ada ketegasan dari Penda dan polisi, maka masyarakat selaku pemohon izin, lama kelamaan akan taat.

“Menegakan aturan itu adalah kewenangannya polisi. Pemda harus terus berkoordinasi dengan kepolisian agar praktik bangunan dan gedung yang melanggar GSS tidak semakin marak. Secara tidak langsung hal itu (pelanggar GSS, red) telah melanggar UU No 7 tahun 2004. Artinya, kegiatan mereka itu jelas terdapat unsur pidana,” terang Mudjiadi.

Dia menegaskan, jika penegakan aturan tidak konsisten yang terjadi adalah pengulangan pelanggaran dalam momen yang berbeda. Misalnya saat ini sedang gencar dilakukan penertiban dan penindakan. Namun setelah itu berhenti atau kendor, pasti di kemudian hari akan terjadi praktik pelanggaran lagi.

“Saat ini Kementerian PU khususnya Dirjen SDA telah mendesak polisi agar mempidanakan beberapa kasus yang telah diangkat kepihak kepolisian,” ujarnya yang enggan merinci dari kasus-kasus tersebut.

Dalam kesempatan itu, Mudjiadi juga mengutarakan, inilah yang menjadi tantangan kedepan bagaimana melaksanakan pengelolaan SDA secara baik dan benar. Di sisi lain, pengelolaan SDA juga harus diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi. Dalam UU No 7 tahun 2004 tentang SDA telah diamanankan tiga pilar utama dalam pengelolaan SDA.

Pertama, lanjutnya, adalah Konservasi SDA yang merupakan upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi SDA agar senantiasa tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup.

Kedua, Pendayagunaan SDA yang merupakan upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan SDA secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

“Dan ketiga, Pengendalian Daya Rusak Air, merupakan upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Jadi, ketiga pilar tersebut harus dihayati, pahami dan dilaksanakan dengan benar. Semua pihak harus bekerja sama dalam mengimplementasikan makna dari pilar-pilar tersebut dalam pengelolaan SDA kedepan untuk mendukung tercapainya kedaulatan air, pangan dan energi,” imbuhnya.

Sementara, Kombes Pol Endang Usman Sanjaya, Karo Korwas PPNS Bareskrim Mabes Polri menyatakan, lemahnya tindakan hukum itu karena minimnya laporan dari Pemda maupun masyarakat kepada pihak kepolisian. Namun, apabila telah ada laporan, maka polisi secara tegas bila para pemilik bangunan pelanggar GSS itu pasti dikenakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Jadi polisi juga meminta kerjasama yang baik dari semua unsur. Dikarenakan keterbatasan petugas,” singkat Endang yang hadir dalam acara tersebut. (CT-117)

Komentar