oleh

Pilkada Untuk Siapa

Oleh Dadang Kusnandar

JUNI 2018 pilkada serentak digelar. Kota dan Kabupaten Cirebon kebagian jatah menggelar pesta demokrasi itu. Semua perangkat terus dibenahi agar pesta berlangsung sukses dan lancar.

Kebiasaan pada sebuah pesta antara lain adanya surat/ kartu undangan yang diberikan kepada pengikut pesta. Daftar undangan itu disusun dan dipersiapkan secara rapi. Penyebaran undangan pun dilakukan beberapa hari sebelum pesta digelar.

Undangan dalam konteks pilkada adalah pemilih tetap yang tersusun dalam DPT. Artinya warga yang telah berusia minimal 18 tahun dan atau telah menikah maka mereka akan memperoleh undangan pada Hari H. Otomatis pesta demokrasi ini melibatkan banyak orang sehingga harus dikelola secara profesional.

Berkali pilkada digelar sejak 1998 lalu selalu saja ada warga yang tidak hadir dengan berbagai alasan. Tetapi jumlah peserta yang memberikan hak suara lebih banyak dibanding mereka.

Yang patut dikritisi menyoal surat undangan pilkada. Seingat saya ada nomor yang telah dicantumkan oleh Panitia Pemilihan Suara (PPS) setempat. Disamping itu juga ada nomor DPT orang perorang. Jadi seorang pemilih punya 2 (dua) nomor. Ribet banget bro.

Saya usul kepada KPU kenapa harus pake nomor DPT dan nomor surat undangan segala, sementara setiap warga negara Indonesia sejak lahir sudah punya Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Jadi gunakan saja NIK tanpa nomor surat undangan, panggil saja namanya. Bukankah pemilihan diadakan diadakan di lokasi tempat tinggal di RW masing-masing?

Mumpung kemeninfo sedang mendata nomor sim card dengan pencatuman nama dan NIK, akan lebih simpel jika KPU memakai data ini bagi pilkada 2018.

Keuntungan menggunakan NIK pada pilkada dapat dipastikan bahwa pemilih yang datang ke TPS adalah pemilih yang sebenarnya.***

*)Penulis lepas tinggal di Cirebon

Komentar