oleh

Parpol dan Pasar (2)

Oleh Dadang Kusnandar

MANUSIA perlu tempat transaksi. Setiap kita adalah pelaku yang bebas menentukan sikap. Transaksi ekonomi perlu wadah dan wadah itu bernama pasar. Begitu pula tiap kita adalah mahluk politik. Apa pun penilaian terhadap parpol, diam-diam berpolitik.

Parpol dan pasar sesungguhnya sinergi dan secara bersama membentuk komunitas. Pada saatnya komunitas yang bisa menyatu serta kadang terpisah itu mencerminkan gejolaknya sendiri.

Parpol bergejolak dan bergelora manakala suasana yang diciptakannya berhasil mengundang perhatian massa. Pasar bergejolak ketika harga kebutuhan tidak terkendali sehingga kerap terjadi fluktuasi harga terhadap komoditas barang dan jasa.

Saat kondisi demikian penguasa berkata miris: semuanya merupakan keinginan pasar dan kami telah mengambil langkah alternatif untuk mengamankan pasar.
Itu sebabnya parpol dan pasar punya kuasa tersendiri. Kita sebagai pelaku pada dua ranah ini sesekali dibuat tidak berdaya.

Kita cukup menerima dengan terpaksa, misuh-misuh, kecewa bahkan ingin memaki atas kondisi yang tidak menguntungkan ini. Lalu di manakah posisi dan eksistensi manusia sebagai pencipta parpol dan pasar?

Membicarakan parpol dan pasar agaknya membicarakan diri sendiri. Kuasa parpol dan pasar pun merupakan ulah diri sendiri demi keuntungan finansial serta hegemoni.

Kekuasaan yang diraih setelah menguasai (dalam ukuran masing-masing) parpol dan pasar tidak lain ialah bukti eksistensi manusia di muka bumi.

Mendapati kekejaman perilaku ekonomi VOC di tanah Jawa, menengok sejenak ke belakang, Haji Samanhudi bersama Haji Oemar Said Tjokroaminoto membentuk Sarekat Dagang Islam (SDI).

Penguasaan pasar akibat kolonialisme panjang itu menggiatkan kedua sesepuh bangsa untuk membenahi sistem pasar yang ada. Surakarta pada Januari 1905 tercatat sebagai momentum penting kesadaran menciptakan/ menguasai pasar.

Usai penguasaan pasar produk batik oleh kaum pribumi, SDI menorehkan catatan emas dengan kesuksesan raihan anggotanya sejumlah 11 juta hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

VOC alias kongsi pedagang bersenjata tentu saja melihat SDI sebagai ekstrimis dan membahayakan kuasa pasar mereka. Berbagai langkah terus diupayakan untuk melemahkan SDI.

Tetapi fakta berbicara lain. SDI sebagai pasar ekonomi alih rupa menjadi Sarekat Islam (SI), partai politik yang disegani.***

Komentar