oleh

Kancil Merah 1948

Oleh DADANG KUSNANDAR*

MARET 1948 Abdul Kadir kembali dari Yogyakarta (hijrah) mengadakan konsultasi dengan sesama pejuang di Sunyaragi. Bersama Eddy Hamzah, Eddy Yusuf, MS Janaka,  Abdullah Maksudi, Suta, Misnen, Tadi, Achmad Chudili, Kemis, Kaim, dan Rais merumuskan dan reorganisasi kegiatan gerilya di pinggiran kota. Pasukan itu dinamakan Kancil Merah yang dikomandoi Abdul Kadir.

Kekuatan senjata waktu itu sebuah senjata api PM, satu pucuk Owengun,  dua buah Steyer, tiga buah karaben Jepang, dua buah LE, sebuah FN 9 mm, dua pucuk Stangun, dua buah Colt 38, sebuah Vickers, sepucuk pistol Buldog, dan sembilan buah granat tangan. Konsolidasi itu menyusun kekuatan untuk melawan tentara Belanda. Melalui Madradji dan Wiratna Sutarjo Kancil Merah (KM) mendapat kontak dengan KPRM yang dipimpin Imam Hidayat.

Pasukan KM meliputi sektor IV KPRM. Abdul Kadir sebagai komandan, Kepala Staf Umum Eddy Hamzah, Kepala Staf Khusus MS Janaka, Kepala Intelejen Eddy Yusuf. Sedangkan Kepala Tata Usaha Sayum, Kepala Perlengkapan Perim Sutisna, Urusan Dapur Pasukan Akmal. Koordinator Pemerintahan Sipil AM Jaka. Komandan-komandan Pos: Pos 1 Cideng Cirebon Barat dikepalai Jumhari Satoh. Pos 2 Cempaka Cirebon Selatan dikepalai Radi. Pos 3 Gambiran Cirebon Timur oleh Moch. A Latif. Pos 4 Kayuwalang dikepalai Saleh.

Kedudukan induk pasukan selalu mobile di daerah: Sunyaragi, Kayuwalang, Majasem, Grenjeng, Cireles, Pegambiran, Pompongan, Comberan, Kalikoa, Tuk dan Cideng. Kegiatan pasukan gerilya diarahkan pada gerakan militer antara lain pembegalan, penculikan, penyergapan dan sabotase. Kontak senjata dengan Polisi Belanda sering terjadi.

Peristiwa Bersenjata

Pengepungan di Kali Aji Kanggraksan menimbulkan kontak senjata dengan polisi Belanda. Tiga pasukan KM tertangkap yaitu Sarma, Maksudi dan Achmad Kudelli. Kontak senjata juga terjadi di Karang Jalak akibat penghianatan Jian mata-mata Belanda. Seorang polisi Belanda tertembak. Tak lama kemudian terjadi lagi penyerangan terhadap pasukan KM atas penghianatan polisi Belanda yang bernama Musrani. Pada kejadian ini Kemis gugur dan senjata Colt 38 milik Kemis dirampas. Di Karang Baru Sunyaragi juga terjadi kontak senjata, seorang pasukan KM tertawan.

Pertengahan Juli 1948 pasukan KM semakin kuat, terutama setelah tiga orang tentara KNIL (Slamet, Anwar dan Rosidi) dengan senjata LE masing-masing, menyerahkan diri. Begitu pula lima orang polisi Belanda (Sadikin, Samari, Toam, Madrais dan Anwar) menyerah. Kekuatan senjata pasukan KM bertambah lagi dengan sebuah Thompshon, empat buah Mouser. Radin dan Kadiman membawa senjata Ouvegun dan sebuah Brend. Sedangkan Sumantri dan Sudigdo bersenjatakan Mouser.

Agustus 1948 satuan kecil pasukan gerilya yang bernama Gagak Puti dan SP 88 bergabung dengan pasukan KM. Senjatanya dua pucuk pistol dan 20 senjata ringan. Pasukan KM sejak itu merupakan pasukan tempur dengan formasi peleton.

September 1948 pasukan KM menyerang pos polisi Sunyaragi. Pimpinan pos polisi Belanda bernama Inspektur Heine. Tembak menembak berlangsung sekitar 30 menit. Tidak ada korban dari pasukan  KM. Penyerangan ke pos Belanda di Gronggong, Sunyaragi, Ciperna dan Sigendeng berakhir dengan kemenangan dan perolehan tambahan senjata rampasan.

Awal Oktober 1948 di Pamulihan Kuningan melalui komunikasi dengan Kapten Datuk Mahmud Pasha, pasukan KM masuk dalam formasi TNI AD sebagai Seksi III Kompi II, Bn I, Be 13 dengan persenjataan lengkap di bawah pimpinan Sersan Kusen. []

*Penulis lepas, tinggal di Cirebon.

 

Komentar