oleh

Batas hingga 30 September, 162 Ribu Warga Kab. Cirebon Belum Lakukan Perekaman E-KTP

Ilustrasi

Cirebontrust.com (CT) – Sebanyak 162 ribu warga Kabupaten Cirebon terancam tidak mendapatkan layanan publik, jika tidak segera melakukan perekaman Kartu Tanpa Penduduk secara elektronik. Padahal, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri telah menginstruksikan batas waktu perekaman KTP elektronik hingga 30 September mendatang, Selasa (23/08).

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cirebon menyebut, sedikitnya ada 162 ribu warga yang belum melakukan perekaman ini. Warga di daerah terpencil menjadi mayoritasnya, namun petugas dari Disdukcapil melakukan jemput bola untuk mengatasi masalah tersebut.

Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk Disdukcapil Kabupaten Cirebon, Suyanto mengatakan pelayanan yang tidak bisa didapatkan tanpa KTP elektronik diantaranya adalah layanan perbankan, Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Surat Izin Mengemudi, dan membuka kartu perdana telekomunikasi.

Suyatno juga mengatakan, sebagian besar warga memang sudah memiliki kesadaran tinggi untuk memiliki KTP elektronik. Buktinya, sejak Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 diluncurkan, yang antara lain berisi sejak 1 Januari 2015 seluruh penduduk harus memiliki KTP elektronik, sebagian besar warga sudah melakukan perekaman. Dari total 1,7 warga di Kabupaten Cirebon, yang wajib memiliki KTP elektronik, sisa hanya tinggal 162 ribu warga tersebut saja yang belum melakukan perekaman.

“Bupati sendiri sudah mengedarkan surat ke seluruh camat di 40 kecamatan, diminta agar masing-masing camat terus melakukan sosialisasi perekaman tersebut. Dengan keluarnya surat edaran tersebut, diharapakan dapat menekan angka warga yang belum melakukan perekaman, syukur-syukur bisa sampai nol persen,” tuturnya.

Selain itu, Disdukcapil akan mulai melebarkan mobilitas ke tempat-tempat yang sulit dijangkau. Setelah beberapa waktu lalu mengunjungi desa yang jauh seperti di Kecamatan Kaliwedi, Disdukcapil akan mulai mendatangi tempat yang sulit dijangkau lainnya.

Secara sistem, Suyatno mengaku tidak memiliki kendala dalam melakukan perekaman. Namun, kekhawatiran adanya NIK ganda tetap ada. NIK ganda biasanya terjadi pada seseorang saat mengurus perpindahan.

“NIK di tempat asal tidak dijadikan bahan rujukan untuk melakukan up grade KTP di tempat yang baru. Kebanyakan lebih memilih mengurus KTP baru, dengan NIK yang berbeda. Hasilnya, saat dievaluasi, kependudukan warga dengan NIK ganda masih terdaftar di tempat asal. Akibatnya, data NIK nya terdaftar di dua tempat. Dari 162 ribu warga yang belum melakukan perekaman ini, kita kan tidak tahu yang mana yang benar-benar belum direkam,” imbuhnya. (Iskandar)

Komentar