Oleh: Bintang Irianto
(Pengamat Sosial dan Politik)
Beberapa kali saya sering mendengar tentang Revolusi Industri 4.0, bahkan ada yang menyebut sudah melaju ke Revolusi Industri 5.0. Banyak yang mengerti atau mungkin banyak yang masih kurang mengerti tentang Revolusi Industri 4.0. Dalam menerangkan Revolusi Industri 4.0, ada yang ruwet narasi bahasanya, ada pula yang gampang penjelasan narasinya.
Memang, setiap pengenalan sebuah era, pada pejelasan situasi perubahan sosialnya selalu diawali dengan pemahaman yang njlimet. Sehingga, dalam memahami sebuah era, selain merasakan adanya perubahan sistem juga harus baca-baca buku yang bikin kepala ini pening.
Contoh, dahulu tentang globalisasi, yaitu sebuah sistem yang menyatukan semua pergaulan sistem kepada satu sistem dengan membuka seluruh ruang-ruang interaksi dari sosial, budaya dan lain-lain. Nah, ramai lah semuanya. Ngomongin tentang apa dan bagaimana serta proses pelaksanaan sistemnya dalam kehidupan global.
Sekarang pun sama. Ketika sekitar tiga atau empat tahun lalu merebaknya informasi era Revolusi Industri 4.0, maka pembicaraan itu diobrolkan mulai dari tingkat seminar, penelitian sampai ke arus bawah masyarakat.
Apalagi kalau tidak salah, sistem kita sekarang terintegrasi dengan munculnya Making Indonesia 4.0 yang menekankan pola digital ekonomi, artificial inteligence, big data, robotic dan lainnya.
Dalam hal ini, kemudian muncul apa yang disebut dengan fenomena disruptive innovation. Istilah itu menjelaskan inovasi yang nembantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada,dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut (Wikipedia).
Inovasi distruptif adalah mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar. Umumnya dengan menciptakan jenis konsumen yang berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar yang lama (Wikipedia).
Pada konteks tersebut, memang ini merupakan sebuah perubahan sosial dengan perangkat menyatukan semua kekuatan sistem untuk masuk dalam perangkat pekembangan teknologi, melalui apa yang disebut dengan digital sebagai basis data dan online sebagai bagian kita terhubung dengan internet atau dunia maya, baik itu terhubung dengan akun media sosial, email dan berbagai jenis akun lainnnya.
Sedangkan saat pandemi Covid -19, proses kita memasuki era digitalisasi semakin diharuskan saja, karena adanya kekhawatiran berkaitan dengan merajalelanya virus ini. Maka muncul kemudian fenomena stay at home, frame work at home. Dengan merebaknya suatu era, di mana pertemuan digantikan dengan Zoom Meeting atau Google Meet.
Pendidikan pun kemudian menggunakan daring (dalam jaringan) atau belajar jarak jauh. Dalam bidang ekonomi, dikenal Financial of Techology (Fintech) yang sudah marak beberapa tahun sebelumnya.
Perubahan-perubahan kehidupan seperti ini saya mengartikannya sebagai New Era, yaitu sebuah era baru yang menggeser era lama dengan mendekatkan proses kehidupan pada pendekatan teknologi. Ini sebuah fenomena sosial yang mengharuskan kita mengikuti proses peradaban yang sudah mengglobal seperti sekarang.
Saya hanya berpikir, andai saja kekuatan teknologi atau semua sistem dan perangkat teknologinya dibikin oleh negeri dan bangsa kita melalui karya-karya besar yang dilakukan oleh anak negeri ini, maka tentunya cost keuangan negeri ini tidak akan besar untuk megikuti pasar yang disistem oleh luar negeri.
Maka, harapan dan bayangan ini adalah munculnya sebuah kemandirian negeri kita melalui teknologi. Dengan kemandirian, maka kita berada pada posisi yang mempunyai pengetahuan tekonologi yang sama dengan negeri lainnya. Sehingga kita bisa membuat terobosan-terobosan baru dalam proses ikut mengatur dunia atau menjadikan kemandirian teknologi sebagai penjelajah dunia.
Berselancar melalui online bisa dilakukan di mana saja, seperti di atas pegunungan, pematang sawah, ujung-ujung pedesaan dan lain-lain. Mau di mana pun kita bisa memanfaatkan teknologi tanpa biaya. Sehingga kelebihan kita dalam berteknologi atau menggunakan teknologi semakin mudah dan nikmat tanpa hambatan biaya.
Pada akhirnya, tidak ada yang yang terpinggirkan oleh literacy digital. Semua anak negeri bebas menggunakan online di mana pun tanpa berkaitan dengan ketidakmampuan ekonomi.
Sebagai anak bangsa, kita harus selalu berikhtiar dan terus menghasilkan karya-karya positif. Jadikan era sekarang untuk melakukan inovasi-inovsi baru, pikiran-pikiran kreatif serta memanfaatkan teknologi untuk bisa berdaya guna bagi bangsa dan negeri ini. Dengan demikian, negeri ini bisa menerobos relung-relung peta sejarah dunia ke depan.
Kita yakin, pemerintah terus melakukan inovasi-inovasi baru dengan membuka berbagai ruang-ruang kreatif, inovasi, dan ruang-ruang perubahan. Sehingga pada kemudian hari, perangkat yang didorong untuk warganya akan memunculkan anak-anak bangsa yang berdikari dalam semua bidang sehingga kita dapat mengambil estafet pada perubahan sosial ke depan.
Oleh karenanya, mari kita tetap berdikari untuk terus melakukan inovasi dan kreativitas untuk melakukan perubahan-perubahan, agar cita-cita para pendahulu kita bisa terlaksana, dalam episode perjalanan bangsa pada masa yang akan datang. Maka, mari kita berdoa dan selalu semangat menghadapi situasi apapun. (*)
Komentar