oleh

Aktivis Senior Cirebon: Dalam Sejarah, Pergerakan Pasca Revolusi 1998 yang Konsisten adalah Cirebon

KUNINGAN (CT) – Pergerakan yang paling lama dan konsisten dilakukan di Pulau Jawa, pasca pergerakan tahun 1998, yakni di Cirebon. Selama 3 tahun masyarakat yang dikomandoi tokoh aktivis lingkungan, Moh. Aan Anwaruddin yang juga Direktur Eksekutif Rakyat Penyelamat Lingkungan (RAPEL) pada periode 2007 hingga 2010 konsisten melakukan aksi menolak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.

“Pergerakan perlawanan yang paling lama dan konsisten itu dari Cirebon. Sepanjang sejarah dari 98 di Pulau Jawa belum pernah ada yang lama melakukan perlawanan. Aan itu sesuatu yang fenomenal,” papar Bintang Irianto, Aktivis Senior Cirebon, saat menjadi pemateri diacara Pelatihan Masyarakat Anti Batu Bara tingkat nasional, di Villa Anugerah, Linggarjati, Kabupaten Kuningan, Minggu (14/02).

Bintang menuturkan, laut Cirebon ini pernah menjadi lumbung penghasil ikan yang melimpah. Tidak jarang, pada saat itu dari luar daerah banyak yang sering berlabuh di laut yang dikenal dengan Kota Udang itu.

Akan tetapi, setelah adanya pembangunan PLTU para nelayan kesulitan mencari ikan, karena dampak negatif dari pembangunan tersebut, yang tidak ramah lingkungan. Dari hal itulah, masyarakat akhirnya melakukan perlawanan.

“Nelayan itu orang yang paling kaya dari petani. Anak kecil sehari bisa mendapat Rp.50 ribu dalam waktu 2 jam. Sejak zaman dulu juga sudah terjadi penolakan terhadap perusahaan yang tidak peduli lingkungan. Itu adalah bukti, kalau pembangunan tidak selamanya memberikaa hal positif bagi masyarakat,” tuturnya.

Lebih lanjut Bintang menambahkan, kenapa kemudian Pemerintah Daerah (Perda) terkesan mendukung pembangunan-pembangunan seperti halnya PLTU, dan kemudian bongkar muat batu bara di Cirebon.

Ia membaca, hal itu dilakukan karena bentuk kepatuhan untuk mendapakan pengakuan positif terhadap pemerintah pusat. Sehingga, Pemda tersebut disebut mendukung program pemerintah pusat, dan akhirnya akan menjadi prioritas pusat dalam bentuk pembangunan ataupun program.

“PLTU itu merupakan pembangunan yang menjadi program untuk memenuhi energi di Pulau Jawa. Bupati ngotot karena merasa kalau berhasil akan punya penghargaan dimata presiden, dan imbasnya APBN akan lancar mengucur dan mungkin bertambah,” tukasnya. (Riky Sonia)

Komentar