oleh

Pesantren di Tanah Pasundan

Oleh BINTANG IRIANTO

SEPERTI yang telah dibahas sebelumnya tentang tulisan perkembagan Islam di Nusantara, bisa terlihat dari perkembangan pesantren, maka pada abad 17-18 pesantren menjadi pusatnya sendiri di wilayah Jawa.

Hal tersebut karena pesantren memegang proses-proses yang dibangun oleh Waliyullah, sampai dengan ulama-ulama abad itu sesuai dengan proses transmisi pengetahuan yang sangat dinamis. Sehingga bila nusantara dilihat dari perkembangan pesantren, sangat cepat sekali perkembangannya.

Di Jawa Barat atau terkenal dengan wilayah parahiyangan atau Pasundan, proses sejarah pesantren mengalami percepatan yang sangat luar biasa, sehingga penyebarannya pada abad 17-18 hingga abad 19 mengalami dinamisasi yang cepat.

Akan tetapi juga ada beberapa pesantren yang menjadi penting, seperti tahun 1716 muncul pesantren di Cirebon oleh seorang Kiai yang bernama Muqoyyim yaitu Pesantren Buntet. Dalam masa kelanjutannya, pesantren ini dikembangkan oleh Kiai Muta’ad.

Sedangkan pada 1715 didirikan Pesantren Ciwaringin oleh Kiai Hasanuddin atau sebutannya yaitu Kiai Jatira [1721], yang sekarang pesantren tersebut terkenal sangat tua seperti pesantren Buntet. Maka kelanjutanya pesantren juga berkembang di wilayah Kuningan dengan berdirinya Pesantren Ciwedus Cilimus, yang didirikan oleh Kiai Kalamudin dan hal ini mempunyai sistematika jaringan transmisi keilmuan dan kekeluargaan.

Dalam buku sejarah pesantren yang ditulis oleh Dr. Ading Kusdiana, M.Ag menyatakan dalam lanjutan pesantren yang tumbuh di Priangan pada abad 18 ada keterkaitan dengan pesantren lainnya, yaitu berdirinya Pesantren Lengkong di daerah Giriwangi, Kuningan, yang didirikan oleh seorang utusan Cirebon dan akhirnya dilanjutkan oleh Syekh Haji Muhammad Dako.
Selanjutnya masih pada abad 17-18 Masehi, di daerah pedalaman berdiri pesantren yang sangat mempunyai historis bagi perkembangan Islam di tanah Pasundan, yaitu PesanTren Pamijahan yang didirikan oleh Syekh Abdul Muhyi di Goa dan Syekh Jafar Sidiq dengan Pesantren Takhasusnya.

Lebih lanjut, Ading Kusdiana menerangkan pada akhir abad 18 di daerah Garut telah berdiri Pesantren Biru pada tahun 1749 oleh Kiai Akmaludin, menantu dari Raden Kiai Fakarudin keturunan ke-11 Sunan Gunung Djati Cirebon, dan kemudian pada abad 19 muncul Pesantren Gentur Cianjur, Pesantren Minhajul Karomah Cibenteur-Banjar, Pesantren Mahmud, Sukafakir dan Sukamiskin.

Selain itu Terdapat juga Pesantren Asyofuddin di daerah Sumedang. Untuk pesantren ini terdapat sejarah bahwa penamaan Asyofuddin tersebut merupakan salah satu pangeran dari Kesultanan Cirebon yang pergi meninggalkan Cirebon, dikarenakan terjadi pemberontakan di Cirebon.

Hal tersebut membuat sang pangeran melarikan diri dari kejaran Belanda dan akhirnya menetap ke daerah sunda dengan mendirikan pesantren.

Sedangkan pada abad 20, lebih jelas dalam buku sejarah pesantren di Parahiyangan, menjelaskan juga kemunculan pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari dan Pesantren Darussalam di Garut, Pesantren Surlayam Cilenga, Cintawana, Miftahul Ulum, Miftahul Khaer, Sukahideung, Sukamanah, dan Cipasung di Tasikmalaya. Pesantren Al Bidayah Cangkorah, Al-Asyikin, Baitul Arqom, Islamiyah Cijawura, Cikapayang, Sindang Sari Al Jawumi, Al Itiqaf, serta lainnya sampai dengan Pesantren Al-qur’an Cijantung, Pesantren Al-Fadiliyah [Petir] di Ciamis dan beberapa lainnya merupakan bagian dari berdirinya pesantren di wilayah Pasundan.

Dari beberapanya, tercatat jaringan dari Cirebon sehingga ada tranmisi keilmuan serta persaudaraan, sehingga perkembangan pesantren di daerah Jawa Barat ini merupakan proses yang terus menerus dari pergantian abad, terdapat jaringan yang menyambung sehingga menjadi sebuah peta tersendiri bagi perkembangannya dari masa ke masa.

Melihat itu semua, maka menjadi sebuah proses ketersambungan diantara satu pesantren dan pesantren yang lainnya. Hal demikian memperlihatkan bahwa ketersambungann tersebut merupakan ‘peta jaringan’ yang tidak terputus, sehingga menjadi sesuatu yang sangat penting, bahwa Islam yang muncul di nusantara merupakan sebuah geneologi keilmuan, yang menjadikan peta jaringan perkembangan Islam di Tanah jawa dan sekitarnya. Dan peta tersebut membuat skema tentang ‘Islam Nusantara’. Wallahu’alam bishawab

Komentar